Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ruliyana Susanti menjelaskan modal yang dimiliki Indonesia, meliputi teknologi serta sarana yang digunakan untuk melakukan penelitian laut dalam.
Ruliyana menjelaskan, untuk melakukan penelitian laut dalam, BRIN memiliki buoy yang dilengkapi fiber optic yang bisa dilepas hingga kedalaman 10 ribu meter.
"BRIN sendiri sudah memiliki beberapa potensi karena kita punya buoy dengan fiber optic yang bisa dilepas hingga 10 ribu meter," kata Ruliyana dalam diskusi daring yang digelar di Jakarta, Selasa.
Dengan mempertimbangkan sifat fisika CTD, eksplorasi laut dalam bisa dilakukan sampai kedalaman 3000 meter. Selain itu, Ruliyana menjelaskan bahwa BRIN memiliki satu kapal riset yang memiliki spesifikasi khusus yang cukup kuat untuk melepas buoy ke wilayah laut dalam.
Adapun eksplorasi laut dalam dilakukan yang dilakukan BRIN, dilakukan untuk berbagai bidang penelitian seperti geosains kelautan, keanekaragaman lautan, oseanografi dan sains atmosfer, pemantauan lantai samudra, hingga robotika dan otomatisasi maritim.
Kendati demikian, Ruliyana menyebutkan bahwa teknologi dan perlengkapan riset yang dimiliki BRIN belum memiliki kemampuan maksimal dalam melakukan penelitian laut dalam. Oleh karena itu, kolaborasi dengan berbagai pihak dilakukan sehingga eksplorasi dapat menjangkau wilayah laut lebih dalam.
"Contohnya pelaksanaan ekspedisi seabed sampling melalui kerja sama antara BRIN dengan National University of Singapore, Naturalis, IOCAS, dan FIO mengenai sampling yang dilakukan di dasar samudra seperti sampel batuan samudra dan organisme laut," paparnya.
Dalam rangka penguatan kolaborasi bidang kemaritiman, sebelumnya BRIN bersama Kementerian Sumber Daya Alam China (MNR) menandatangani nota kesepahaman kerja sama di bidang maritim dan meresmikan Indonesia-China Center for Ocean and Climate (ICCOC) atau Pusat Kelautan dan Iklim Indonesia-China.
“ICCOC akan menjadi wadah kerja sama terbuka, melibatkan perguruan tinggi, kementerian terkait, dan pemangku kepentingan lainnya di Indonesia serta negara-negara tetangga. Hal ini sejalan dengan upaya kami untuk mempercepat kontribusi terhadap UN Decade of Ocean Science,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Laksana menjelaskan area kerja sama utama yakni terkait interaksi laut-atmosfer berupa penelitian tentang dampak perubahan iklim terhadap wilayah laut dan atmosfer di Asia Tenggara.
Kemudian tentang keanekaragaman hayati laut dengan melakukan studi mendalam tentang ekosistem laut, termasuk flora, fauna, dan sumber daya laut.
Baca juga: BRIN sebut kolaborasi pemerintah-LSM penting untuk tangani HIV/AIDS
Baca juga: BRIN: Diversifikasi pangan lokal salah satu kunci pencegahan stunting
Baca juga: BRIN targetkan punya 12 kapal riset, perkuat penelitian maritim RI
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024