Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN terus memperluas akses kontrasepsi hingga ke seluruh pelosok daerah di Indonesia, dengan menambahkan anggaran hingga Rp330 miliar untuk Program Keluarga Berencana (KB) tersebut.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan keluarga berencana tidak boleh dianggap isu yang telah selesai karena pengentasan kemiskinan dapat dioptimalkan melalui metode kontrasepsi yang tepat.
"Pengendalian kelahiran adalah bagian dari strategi pembangunan ekonomi dan sosial, bukan sekadar urusan kesehatan. Kontrasepsi bukan soal hamil atau tidak, melainkan soal hak dan masa depan. Siapapun yang ingin menjaga jarak kelahiran harus mendapatkan akses yang mudah," ujar Mendukbangga Wihaji dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Mendukbangga Wihaji juga mengingatkan pentingnya efisiensi negara melalui investasi kontrasepsi.
Baca juga: Kemendukbangga: Sanitasi dan KB unsur penting cegah stunting
"Berapa biaya yang dikeluarkan negara akibat kematian ibu, anak, atau stunting? Jauh lebih efisien jika kita menyediakan alat kontrasepsi yang tepat. Setiap rupiah yang diinvestasikan pada kontrasepsi menghasilkan manfaat berlipat," kata Mendukbanngga.
Menurut dia, pengelolaan fertilitas harus mencakup aspek ekonomi, mental, psikologis, dan kualitas generasi. Oleh karena itu tugas Kemendukbangga/BKKBN bukan sekadar mengatur jumlah penduduk, melainkan menyiapkan outcome manusia Indonesia yang berkualitas.
"Isu kontrasepsi adalah bagian dari kebijakan besar untuk membangun bangsa yang sehat dan berdaya," ucap Mendukbangga Wihaji.
Ia juga menegaskan isu penurunan fertilitas tidak semestinya dipandang sebagai ancaman, tetapi peluang untuk memperkuat kualitas manusia Indonesia.
Baca juga: Mendukbangga: Hari Kontrasepsi Sedunia momen tingkatkan kesadaran KB
Perubahan sosial dan ekonomi saat ini, lanjut dia, menuntut kebijakan baru yang adaptif. Data menunjukkan 71 ribu perempuan di Indonesia menikah tanpa keinginan memiliki anak.
"Ini realitas baru. Pertanyaannya bukan lagi apakah fertilitas menjadi masalah, melainkan bagaimana menjadikannya peluang bagi pembangunan SDM yang unggul," katanya.
Ia menekankan baik kenaikan maupun penurunan fertilitas sama-sama memiliki konsekuensi. Yang terpenting yakni memastikan setiap keluarga punya pilihan, setiap anak tumbuh sehat, dan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya.
Baca juga: Pemerintah perkuat 196 juta penduduk produktif agar RI jadi Macan Asia
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.