Paskah dan hidup beragama yang berdampak

3 days ago 2
Paskah menjadi salah satu landasan spiritual yang kuat bagi umat Kristiani untuk memperkokoh cinta kasih terhadap sesama dan alam.

Jakarta (ANTARA) - Umat Katolik di seluruh dunia tengah menjalani Pekan Suci, dimulai dengan Minggu Palma (13/4) dan akan berpuncak pada Minggu Paskah (20/4).

Pekan Suci yang dirayakan setiap tahun ini merupakan bagian integral dari masa Prapaskah, sebuah periode persiapan spiritual untuk merayakan kebangkitan Yesus Kristus yang memulihkan seluruh ciptaan Allah termasuk manusia di dalamnya.

Prapaskah ditandai dengan praktik doa, amal kasih, pantang, dan puasa. Tujuan laku spiritual ini bagi umat Kristiani untuk mencapai kemenangan atas dosa, bangkit bersama Kristus, dan pembaharuan seluruh ciptaan.

Laku spiritual yang rutin dipandang perlu berdampak nyata baik bagi pribadi dalam bentuk kesalehan dan ketaqwaan, maupun sosial yang berwujud kebaikan bersama dan alam. Sebagian umat berpendapat, rutinitas itu seharusnya tidak hanya menjadi serangkaian ritual, tetapi berbuah nyata dalam kehidupan umat Kristiani, yang tercermin dalam tindakan nyata bagi sesama dan lingkungan alam.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut dalam program prioritasnya sebagai ekoteologi, agama berdampak bagi manusia dan alam.

Saat ini, dunia yang sedang tidak baik-baik saja ini dihadapkan pada dua isu global krusial dan mendesak: dehumanisasi dan krisis lingkungan. Tak berlebihan, harapannya perayaan Paskah dapat berkontribusi pada aksi cinta kemanusiaan dan pelestarian lingkungan hidup. Hidup beragama dan beriman kita harus berdampak pada kehidupan bersama dan lingkungan alam.

Baca juga: Menag terapkan konsep ekoteologi dalam pendidikan keagamaan

Makna Perayaan

Pekan Suci diawali dengan Minggu Palma, yang mempertemukan nubuat tentang kemuliaan Kristus sebagai Raja dengan pengumuman tentang penderitaan-Nya.

Bagi umat Kristiani, Yesus adalah Raja semesta alam, bukan dalam pengertian kekuasaan duniawi, melainkan sebagai Pencipta dan Penebus. Teologi Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia (Yoh. 1:1-3; Kol 1:15-17), melalui-Nya segala sesuatu diciptakan dan di dalam Dia segala sesuatu beroleh kehidupan.

Beberapa hari kemudian, umat Kristiani merayakan inti dari karya Penebusan melalui Tri Hari Paskah, yang meliputi Misa Sore Perjamuan Terakhir pada Kamis Putih, Jumat Agung, dan Vigili Paskah hingga Minggu Paskah. Rangkaian perayaan selama tiga hari ini memperingati penyaliban, pemakaman, dan kebangkitan Yesus Kristus.

Paskah memiliki kaitan erat dengan seruan cinta kepada sesama dan pelestarian alam. Momen ini sangat tepat untuk memperkuat semangat cinta kemanusiaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Paskah menegaskan kembali kasih Allah yang universal bagi seluruh umat manusia dan ciptaan, serta menjadi momen pemulihan hubungan yang rusak akibat dosa.

Kebangkitan Kristus mengajarkan bahwa kasih Allah melampaui batas-batas kemanusiaan, menunjukkan solidaritas-Nya dengan penderitaan manusia, dan menjanjikan kehidupan baru. Hal ini mendorong umat Kristiani untuk mencintai sesama dengan tulus, memperjuangkan keadilan, dan membela kaum lemah, kecil, dan miskin.

Bagi umat Kristiani, alam semesta adalah ciptaan Allah yang harus dijaga dan dihormati. Kebangkitan Kristus membawa pesan pemulihan bagi seluruh ciptaan. Oleh karena itu, umat Kristiani dipanggil untuk merawat lingkungan sebagai bagian dari iman mereka, menyadari bahwa manusia memiliki tanggung jawab ekologis untuk memelihara ciptaan Allah.

Baca juga: Kemenag tanam satu juta pohon saat peringatan Hari Bumi

Seruan aksi nyata

Refleksi teologis atas Paskah mendorong suatu gerakan nyata. Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), melalui materi pendalaman dan Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2025, mengajak umat Katolik untuk menggali spiritualitas inkarnasi, melihat realitas kemanusiaan dan krisis iklim dengan hati seperti Yesus, dan berkomitmen pada aksi nyata bagi kemanusiaan dan pelestarian lingkungan.

Di tingkat komunitas, seperti yang penulis alami, aksi nyata ini terwujud dalam pembagian sembako dan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi yang membutuhkan, serta gotong royong menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah banjir.

Seruan aksi nyata ini selaras dengan Deklarasi Istiqlal yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar. Deklarasi tersebut menyoroti krisis dehumanisasi yang tercermin dalam berbagai konflik global dan krisis iklim sebagai masalah mendesak yang perlu diatasi bersama oleh seluruh umat beragama.

Deklarasi ini menegaskan bahwa nilai-nilai agama adalah sumber solusi atas tantangan global, mulai dari dehumanisasi, perubahan iklim, hingga ketimpangan sosial.

Paus dan Imam Besar Masjid Istiqlal menyerukan umat lintas-agama untuk mengatasi krisis kemanusiaan dan melestarikan lingkungan. Seruan ini sejalan dengan Ensiklik Laudato Si' dari Paus Fransiskus yang menghubungkan iman Kristiani dengan tanggung jawab ekologis dan menyerukan "pertobatan ekologis," mengajak semua orang untuk menjaga alam sebagai warisan yang layak bagi generasi mendatang.

Sebagai aksi nyata dan dalam rangka memperingati Hari Bumi 2025, Menteri Agama Nasaruddin Umar mencanangkan penanaman sejuta pohon Matoa pada 22 April sebagai aksi nyata Penguatan Ekoteologi, salah satu Program Prioritas Kementerian Agama 2025-2029.

Diharapkan, aksi nyata ini dapat meningkatkan kesadaran umat beragama dalam merawat lingkungan.

Paskah menjadi salah satu landasan spiritual yang kuat bagi umat Kristiani untuk memperkokoh cinta kasih terhadap sesama dan alam. Tindakan konkrit dibutuhkan sebagai aksi nyata.

Hidup beragama kita menjadi berdampak sosial. Perayaan ini mengingatkan bahwa seluruh ciptaan adalah bagian dari rencana keselamatan Allah. Selamat Paskah.

Baca juga: Jumat Agung: Pengorbanan Yesus dan maknanya bagi umat Kristiani

*) Pormadi Simbolon, Alumnus STF Driyarkara, Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Banten

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |