Jakarta (ANTARA) - Empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang memiliki hak veto kini sudah memberikan pengakuan resmi terhadap Negara Palestina.
Negara-negara tersebut adalah Tiongkok, Rusia, Inggris, dan Prancis. Dua nama terakhir baru-baru ini menegaskan pengakuannya, sehingga hanya Amerika Serikat yang hingga kini belum mengikuti langkah tersebut.
Agresi militer Israel yang menyebabkan krisis kemanusiaan di Gaza kembali mendorong isu kedaulatan Palestina ke panggung internasional. Inggris dan Prancis, yang sebelumnya lebih sering berpihak kepada Israel, membuat gebrakan bersejarah dengan berbalik mendukung Palestina sebagai sebuah negara.
Perkembangan ini menandai babak baru dalam dinamika politik internasional terkait perjuangan Palestina, sekaligus memberi sinyal kuat atas semakin luasnya dukungan dunia terhadap kemerdekaan rakyat Palestina.
Berikut penjelasan lebih lanjut pengakuan empat dari lima negara hak veto di Dewan Keamanan PBB atas kemerdekaan Palestina, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber.
Baca juga: Trump tunggu tanggapan Hamas terkait 20 poin usulan perdamaian di Gaza
4 Negara pemegang hak veto DK PBB yang mengakui kemerdekaan Palestina
1. Prancis
Selama puluhan tahun, Prancis dikenal berhati-hati dalam menyikapi isu Palestina dan kerap dianggap condong ke Israel. Namun pada Juli 2025, Presiden Emmanuel Macron menyatakan di hadapan publik bahwa negaranya akan memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina di forum Sidang Umum PBB.
Janji tersebut benar-benar ia tepati. Dalam konferensi solusi dua negara pada Selasa (22/9), Macron menyampaikan pengakuan resmi tersebut, yang kemudian kembali ia tegaskan dalam sesi debat umum di Majelis Umum PBB.
"Sesuai dengan komitmen bersejarah negara saya terhadap Timur Tengah, terhadap perdamaian antara Israel dan Palestina, inilah mengapa saya menyatakan bahwa hari ini, Prancis mengakui negara Palestina," ujar Macron.
2. Inggris
Pada 21 September, Inggris secara resmi menyatakan pengakuannya terhadap Palestina. Keputusan ini menjadi langkah bersejarah setelah sekian lama negeri tersebut menempuh sikap hati-hati dan cenderung pro-Israel.
Pemerintah Inggris menyebut pengakuan ini sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga prospek solusi dua negara. Tujuannya antara lain menghentikan perang di Gaza, mengakhiri pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, serta mendorong reformasi internal di pihak Palestina.
Meski implementasinya masih menyimpan banyak tantangan, langkah ini dipandang sebagai simbol besar. Apalagi, Inggris sendiri punya sejarah panjang karena menjadi pihak yang melahirkan Israel melalui Deklarasi Balfour pada 2 November 1917, yang kemudian berujung pada berdirinya Israel pada 1948.
Perdana Menteri Keir Starmer menegaskan: "Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina," kata Starmer.
Baca juga: Hamas pelajari usulan AS soal perdamaian, warga Gaza skeptis
3. China
Tiongkok sudah mengakui Palestina sejak 1988 dan hingga kini menjadi salah satu pendukung paling kuat bagi terwujudnya solusi dua negara. Bahkan sejak era Mao Zedong, Beijing konsisten memberi dukungan pada gerakan pembebasan nasional.
Meski baru menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 1992, Tiongkok tetap teguh dalam mendukung Palestina, termasuk mendesak agar Palestina mendapat keanggotaan penuh di PBB.
Negeri Tirai Bambu itu berulang kali menegaskan posisinya yakni mendukung pembentukan negara Palestina merdeka berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Walaupun dukungannya jelas secara politik, langkah konkret Tiongkok cenderung penuh perhitungan. Fokus utama Beijing masih pada menjaga stabilitas kawasan dan memperkuat citra-nya sebagai kekuatan global yang berpihak pada negara-negara berkembang.
4. Rusia
Uni Soviet yang kemudian bertransformasi menjadi Federasi Rusia langsung mengakui deklarasi kemerdekaan Palestina pada 15 November 1988, yang diumumkan di Aljir oleh Yasser Arafat, pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Setelah Uni Soviet bubar, Rusia tetap melanjutkan pengakuan tersebut. Bahkan, Rusia menjadi salah satu negara pertama yang secara resmi mendukung berdirinya Negara Palestina.
Sikap Moskow konsisten untuk mendorong solusi dua negara berdasarkan resolusi PBB dan hukum internasional.Presiden Vladimir Putin menegaskan kembali bahwa sikap ini tidak pernah berubah. "Kami telah lama mengakui negara Palestina sejak era Uni Soviet. Pendekatan kami dalam hal ini tidak berubah," kata Putin, 6 Juni 2024 silam.
Baca juga: Tiga relawan Malaysia di Sumud Flotilla diduga diculik militer Israel
Amerika Serikat belum mengakui kemerdekaan Palestina
Hingga saat ini, tersisa Amerika Serikat sebagai satu-satunya anggota tetap DK PBB pemegang hak veto yang belum memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina, dan masih konsisten mendukung penuh posisi Israel di berbagai forum internasional.
Namun, baru-baru ini Donald Trump selaku Presiden Amerika Serikat, usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin, 29 September, menyatakan dukungannya terhadap rencana yang ia tawarkan untuk mengakhiri konflik di Gaza.
Dalam sambutan pembukaannya, Netanyahu menegaskan bahwa rencana itu dirancang agar Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi keamanan Israel. Trump kemudian menguraikan 20 poin rencana yang bertujuan mengakhiri perang antara Israel dan Hamas sekaligus membentuk pemerintahan pascaperang di wilayah Palestina yang tengah dilanda krisis.
Isi rencana tersebut menekankan bahwa penduduk Gaza tidak diwajibkan meninggalkan wilayahnya, serta menyerukan penghentian perang segera jika disepakati kedua pihak. Selain itu, perjanjian tersebut juga menggariskan pembebasan seluruh sandera dalam kurun waktu dua jam setelah Israel menyetujui rencana dimaksud.
Baca juga: 41 Senator AS desak larangan visa terhadap warga Palestina dicabut
Baca juga: Pengamat: Posisi RI kian diperhitungkan dalam solusi damai Palestina
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.