Yogyakarta (ANTARA) - Pakar gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Toto Sudargo menilai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpeluang mengatasi stunting jika pelaksanaannya didesentralisasi dengan melibatkan ahli gizi dalam setiap tahapan.
"Jangan menggunakan orang yang bukan ahli gizi, karena mereka tidak tahu bagaimana menyusun menu dari bahan mentah sampai ke mulut konsumen," ujar Toto dalam keterangannya di Yogyakarta, Rabu.
Dengan pendekatan desentralisasi hingga ke tingkat desa, dia meyakini pengawasan dan pelaksanaan program yang digagas Presiden Prabowo Subianto itu bakal lebih optimal.
Toto menilai Program MBG layak didukung karena bisa menjadi intervensi langsung untuk menekan angka kekurangan gizi kronis pada kelompok rentan.
Baca juga: Anggota DPR soroti penerapan MBG, perlu diperluas jangan di kota saja
Namun, menurutnya, penyaluran bantuan makanan bergizi itu harus tepat sasaran, khususnya untuk kelompok ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, dan remaja putri.
Toto mengatakan gizi yang cukup bagi remaja putri penting untuk mencegah anemia dan mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat pada masa depan.
"Kalau remaja putri bisa ditargetkan di sekolah, sedangkan untuk kelompok ibu hamil dan menyusui bisa melalui kerja sama dengan posyandu," jelasnya.
Menurut Toto, Program MBG seharusnya mampu menyumbang setidaknya sepertiga dari kebutuhan gizi harian penerima manfaat, terutama asupan protein.
Baca juga: Di DPR, BGN paparkan perubahan mekanisme pencairan uang ke mitra MBG
"Protein adalah growth factor. Itu yang paling utama karena selama ini yang tercukupi hanya karbohidrat," ujar dia.
Ia juga menyoroti pentingnya memperhatikan kualitas dan tingkat penerimaan makanan oleh anak-anak.
Menurutnya, makanan yang sedikit tetapi habis dikonsumsi jauh lebih baik ketimbang makanan dalam jumlah besar tapi terbuang. "MBG itu jangan melihat volumenya, tapi kualitasnya," kata Toto.
Untuk mengatasi kebiasaan anak-anak yang cenderung pemilih, Toto menyarankan agar menu MBG dapat dibuat menarik serta mengikuti tren makanan kekinian.
Baca juga: Pemprov DIY respon temuan ulat pada nasi MBG di SMK Yogyakarta
"Buat yang kecil-kecil tapi enak. Misalnya bola-bola daging atau makanan kekinian lainnya yang disukai anak-anak," ucapnya.
Meski pelaksanaan Program MBG di sejumlah daerah menuai kritik akibat kasus keracunan makanan dan tunggakan pembayaran kepada vendor, Toto berharap publik tetap memberi kesempatan agar program ini dievaluasi dan disempurnakan secara berkelanjutan.
"Mimpi saya, Insya Allah ini bisa terus dievaluasi dan disempurnakan. Jangan langsung dicaci, tapi beri waktu setahun, dua tahun. Jika konsisten, kita bisa menyiapkan generasi yang sehat," ujar Toto.
Baca juga: Komisi IX sarankan BGN buka kanal aduan resmi terkait Program MBG
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025