Pakar: RI hadapi darurat politik luar negeri akibat kebijakan Trump

11 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Indonesia sedang menghadapi keadaan darurat politik luar negeri sebagai akibat dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, kata pakar hubungan internasional Synergy Policies Dinna Prapto Raharja.

Berbicara dalam diskusi “100 Hari Trump: Tsunami Geopolitik dan Ekonomi bagi Indonesia” yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat, Dinna mengatakan tatanan politik ekonomi internasional dihancurkan oleh Trump selama periode kepemimpinannya yang kedua yang sudah berjalan selama 100 hari.

“Ekosistem global, di mana politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif itu melekat, berarti rusak. Jadi ini bukan kejadian biasa-biasa saja. Boleh saya katakan, ini darurat politik luar negeri sebenarnya,” katanya.

Selain itu, ekonomi yang biasanya dijadikan alat diplomasi untuk membuka jalur kerja sama, justru menjadi alat untuk melumpuhkan negara-negara lain, kata Dinna seraya menambahkan “saat politik buntu, ekonomi masuk untuk membuka trust (kepercayaan).

Kebijakan yang dilakukan Trump, terutama tarif dagang, juga berdampak pada produk pertahanan dan keamanan, di mana China sangat berhati-hati mengenai hal tersebut, katanya.

“Makanya sejumlah rare earth mineral yang dia (China) punya, dia tahan supaya tidak diekspor lagi, sehingga produk-produk pertahanan ini berarti akan menjadi perlombaan baru, yang sebenarnya sudah terjadi,” jelas Dinna, seraya menambahkan tidak ada kepercayaan antara China dan AS.

Dia melanjutkan, hal itu akan berdampak pada proliferasi (penyebaran atau transfer) senjata, di mana Indonesia perlu mengkhawatirkan kemungkinan serangan pendahuluan (pre-emptive strike) oleh negara mana pun yang merasa tersudutkan.

“Jadi kita harus waspada kalau Amerika Serikat mulai melontarkan … suara-suara … yang arahnya itu memancing untuk ada strike pertama,” ujar pakar hubungan internasional itu.

Selain itu, menurut Dinna, Indonesia juga perlu mewaspadai perang proksi yang dilakukan untuk memperluas persenjataan, penjualan dan pengaruh.

Baca juga: Indonesia-AS bernegosiasi sesuai jadwal

“Kemudian perang hibrida, yang menggunakan senjata konvensional dan bukan konvensional. Manipulasi ekonomi termasuk di dalamnya, disinformasi juga, nanti masuknya ke serangan siber,” katanya.

Dinna, memandangnya sebagai kenyataan yang harus dihadapi oleh Indonesia.

Selain itu, demokrasi yang ada telah pun rusak akibat kebijakan Trump yang mengutamakan ekonomi dan mengabaikan hak asasi manusia, lingkungan hidup dan isu-isu sosial lainnya, kata Dinna.

“Sekarang semuanya ekonomi first, padahal kita tahu bahwa namanya martabat manusia itu tidak bisa dipisahkan antara ekonomi dengan hak politik, hak sosial, budaya,” katanya lagi.

Karena itulah, pakar hubungan internasional itu berpendapat bahwa Indonesia bisa menyuarakan hal-hal yang mulai diabaikan oleh negara-negara lain, seperti isu lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan demokrasi.

“Jadi hal-hal yang ditinggalkan oleh Amerika, kekosongan itu harusnya bisa diisi oleh Indonesia. Indonesia bisa tampil lebih kritis karena negara yang lain, negara-negara industri yang lain tidak bisa mengisi (peran) itu,” kata Dinna.

Baca juga: Dubes: China terus bersama Indonesia hadapi gejolak dampak tarif AS

Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |