Surabaya (ANTARA) - Pakar sistem informasi memuji langkah Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memperkuat sistem teknologi informasi pertanahan sebagai langkah strategis untuk mencegah sertifikat ganda dan mewujudkan kepastian hukum agraria.
“Tinjauan permasalahan dari perspektif sistem teknologi informasi mengidentifikasi sejumlah kelemahan, khususnya dalam hal keandalan data, pelacakan perubahan, keterkaitan antara data fisik dan yuridis, serta pengendalian terhadap duplikasi data,” kata Pakar Sistem Informasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat, M.Kom., Ph.D, di Surabaya, Minggu.
Supangat menegaskan bahwa kasus sertifikat ganda mencerminkan kelemahan mendasar dalam keterpaduan data.
Baca juga: Kementerian ATR: Mulai 2028 layanan pertanahan sepenuhnya digital
Ia menilai setiap bidang tanah seharusnya memiliki identitas tunggal yang menghubungkan data fisik dengan data yuridis agar duplikasi dapat dihindari.
Wakil Rektor 2 Untag Surabaya itu mengusulkan strategi menyeluruh guna meningkatkan keandalan sistem informasi pertanahan.
“Setiap bidang tanah perlu memiliki identitas unik yang konsisten, seperti Nomor Identifikasi Bidang (NIB), yang digunakan dalam seluruh proses administrasi. Sistem harus mengintegrasikan data fisik dengan data yuridis dalam satu basis data yang terkelola dengan baik,” paparnya.
Untuk pencegahan duplikasi, Supangat merekomendasikan sistem verifikasi otomatis serta integrasi pemetaan digital.
“Integrasi dengan sistem pemetaan digital memungkinkan deteksi dini terhadap tumpang tindih atau klaim ganda,” katanya.
Ia menilai teknologi blockchain dapat menjadi solusi jangka panjang.
"Inovasi seperti penggunaan teknologi blockchain dan token NFT dapat memberikan sidik digital unik pada setiap bidang tanah, memperkuat keaslian dan mencegah pemalsuan,” tambahnya.
Supangat juga menyoroti pentingnya sertifikat elektronik serta transparansi layanan digital.
“Transformasi menuju sertifikat elektronik yang telah dimulai oleh BPN membantu mengurangi risiko kehilangan dokumen fisik dan pemalsuan. Aplikasi publik seperti Sentuh Tanahku memungkinkan masyarakat mengakses informasi status tanah secara daring,” ujarnya.
Menurutnya, konektivitas antar-instansi menjadi kunci sukses transformasi digital. Sistem pertanahan perlu terhubung dengan pemerintah daerah, desa/kelurahan, lembaga perpajakan, dan badan pengukuran agar validasi data berjalan cepat dan akurat.
Untuk data lama yang rawan masalah, Supangat menyarankan audit dan pembaruan.
Baca juga: Cek fakta, rumah yang belum bersertifikat elektronik akan menjadi milik negara
Baca juga: Menteri ATR targetkan digitalisasi sertifikat tanah selesai 5 tahun
“Data lama, terutama yang berasal dari sebelum tahun 1980 atau yang belum terdigitalisasi, perlu diaudit dan diperbarui, karena sering menjadi sumber masalah. Program seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) perlu didukung dengan fitur penanda untuk bidang tanah berisiko tinggi,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya pencatatan digital pada setiap perubahan hak tanah. "Langkah pembenahan sistem informasi pertanahan yang sedang dilakukan BPN ini diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih tangguh, akuntabel, dan mampu memberikan layanan yang cepat serta terpercaya bagi masyarakat, sekaligus mencegah terulangnya kasus sertifikat ganda di masa depan,” ujarnya.
Pewarta: Willi Irawan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































