Jakarta (ANTARA) - Menurut situs pemantau kualitas udara IQAir, kualitas udara di DKI Jakarta pada Kamis pagi menduduki peringkat kesebelas terburuk di dunia.
Berdasarkan pantauan pada pukul 06.25 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta, yaitu 113, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2.5 atau masuk dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Selasa, yakni Lahore, Pakistan, dengan indeks kualitas udara 198. Kemudian, Dhaka, Bangladesh, dengan indeks kualitas udara 165 di posisi kedua dan Delhi, India, dengan indeks kualitas udara 152 pada peringkat ketiga.
Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta berencana meniru kota-kota besar di dunia, seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara.
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan, kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto pada 18 Maret 2025..
Menurut dia, keterbukaan data merupakan langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis.
Oleh karena itu, penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif. Dia pun menilai intervensi yang dibutuhkan bukan hanya bersifat sesaat, tetapi berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara.
DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) sehingga pemantauan kualitas udara lebih luas dan akurat.
Baca juga: DLH DKI kembangkan sistem peringatan dini polusi udara
Baca juga: Rano dukung CFD di lima wilayah untuk perbaiki kualitas udara
Baca juga: Jalan Fatmawati-TB Simatupang disemprot kabut untuk tekan polusi udara
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.