Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat koordinasi dengan antar-pemangku kepentingan untuk terus menjaga kepercayaan investor, mengantisipasi volatilitas di pasar saham yang dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 dan penahanan suku bunga The Fed.
Dalam hal ini, OJK berkoordinasi dengan anggota forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Self Regulatory Organization (SRO), dan pelaku pasar. Koordinasi juga dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, sehingga pasar modal dapat terus menjaga resiliensinya yang cukup baik dan dapat tumbuh secara berkelanjutan.
“Selain itu, kami juga memastikan bahwa investor akan terus mendapatkan informasi yang memadai, dalam rangka pengambilan keputusan investasi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin.
Terkait dengan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, OJK meyakini bahwa keputusan bank sentral merupakan langkah strategis dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
“OJK bersama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berkoordinasi dan bersinergi di antaranya melalui forum KSSK untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil akan selaras dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan pasar keuangan nasional yang berkelanjutan,” kata Inarno.
Ia menjelaskan bahwa secara umum, pasar modal Indonesia masih menunjukkan ketahanan di tengah meningkatnya tekanan global. Saat ini, likuiditas pasar relatif terjaga dan partisipasi investor domestik, terutama investor ritel terus meningkat.
Namun demikian, OJK mencermati adanya peningkatan volatilitas pasar serta tekanan berkelanjutan terhadap arus modal, yang sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian global (global uncertainty).
OJK juga mencermati bahwa ketegangan perdagangan dan kebijakan tarif antara negara-negara ekonomi besar, khususnya Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, telah menimbulkan sentimen risk-off secara global. Hal ini menyebabkan terjadinya arus keluar modal dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Dalam periode penuh ketidakpastian, aliran modal global atau investor global terlihat mulai cenderung mengalihkan ke arah asset (portofolio) yang dianggap lebih aman (safe haven),” kata Inarno.
Pada kuartal I 2025, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 4,87 persen secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan 5,02 persen pada kuartal sebelumnya.
Sementara itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pada Mei 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) di kisaran 4,25-4,5 persen.
Adapun Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi berada di level 5,5 persen dalam RDG BI Mei 2025.
Baca juga: OJK catat 22 penerbitan obligasi hijau senilai Rp36 triliun
Baca juga: OJK ungkap 36 emiten gelar buyback tanpa RUPS senilai Rp17,43 triliun
Baca juga: OJK: Generasi muda jadi katalis transformasi digital sektor keuangan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025