Jakarta (ANTARA) - Aliansi lembaga nirlaba di Asia Tenggara menyerukan kepada pemerintah negara-negara di ASEAN untuk mengutamakan lingkungan dan kesehatan di perundingan perjanjian plastik global yang tengah berlangsung di Jenewa, Swiss.
"Seiring negosiasi hampir mencapai tahap akhir, kami mendesak para delegasi untuk mengingat mandatnya mengakhiri polusi plastik dan melindungi kesehatan manusia serta lingkungan, di sepanjang siklus hidup plastik," ujar Yuyun Ismawati, salah satu pendiri Nexus3 Foundation dan anggota Aliansi Zero Waste Indonesia dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.
Yuyun, yang menjadi observer atau pengamat resmi di Intergovernmental Negotiating Committee bagian kedua (INC-5.2) di Jenewa, di Swiss, menyampaikan negosiasi menuju perjanjian plastik global untuk mengakhiri polusi plastik pekan ini memasuki titik penentuan.
Dia menjelaskan bahwa sejumlah negara di Asia Tenggara telah menunjukkan ambisi besar mengajukan proposal untuk mengurangi produksi plastik, menghapus bahan kimia beracun, meningkatkan transparansi dan keterlacakan bahan kimia, serta mempromosikan sistem guna ulang, isi ulang, perbaikan, dan pengurangan plastik bebas racun.
Baca juga: Perjanjian plastik, RI diminta pertimbangkan dampak kesehatan publik
Namun ambisi itu masih menunggu dukungan lebih lanjut. Menurutnya, meski ada konsensus yang luas, negara-negara besar produsen petrokimia serta 234 perwakilan industri petrokimia dan bahan bakar fosil melakukan lobi besar-besaran, untuk memperlambat negosiasi dan menyepakati perjanjian lemah yang hanya berfokus pada pengelolaan sampah.
"Kita tidak bisa melanjutkan produksi dan konsumsi plastik yang tidak berkelanjutan. Membatasi produksi plastik, mengendalikan bahan kimia beracun, dan mengurangi subsidi untuk produsen plastik adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini," katanya.
Koordinator Nasional Ecowaste Coalition, Filipina Ailee Lucero dalam pernyataan serupa mendorong seluruh negosiator pemerintah terutama yang berasal dari Asia Tenggara untuk memanfaatkan momentum itu untuk mengutamakan lingkungan.
Hal itu mengingat Asia Tenggara kini berada di persimpangan jalan, dengan peningkatan produksi plastik baru akan membahayakan lingkungan, tidak hanya potensi pencemaran air dan udara tapi juga mikroplastik yang bisa masuk ke tubuh manusia.
"Kami memohon kepada semua negosiator pemerintah untuk memanfaatkan momentum ini, mencegah pelobi korporasi membajak negosiasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menyediakan mekanisme pembiayaan serta kepatuhan yang kuat untuk memastikan implementasi yang efektif," jelasnya.
Konferensi itu sendiri dihadiri oleh perwakilan delegasi dari lebih dari 175 negara. Dalam pembahasannya, INC berencana untuk menghasilkan instrumen yang mengikat secara internasional (internationally legally binding instrument) terkait pengelolaan plastik dari hulu hingga penanganan sampahnya di hilir.
Tidak hanya lembaga nirlaba Indonesia, delegasi Indonesia sendiri hadir atas berbagai perwakilan kementerian dan akademisi termasuk Kementerian Lingkungan Hidup.
Sebelumnya, dalam INC-5 di Busan, Korea Selatan pada November 2024, Wakil Menteri LH Diaz Hendropriyono dalam sidang pleno mengajak seluruh delegasi untuk segera memulai negosiasi yang dapat mendorong disetujuinya perjanjian internasional terkait plastik.
Baca juga: Kementerian PU pastikan pembangunan TPST di Gianyar Bali berlanjut
Baca juga: Dosen UGM dukung pemanfaatan sampah plastik untuk campuran aspal
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.