MTQ IV, manifestasi kecintaan pada kemanusiaan dan lingkungan

4 weeks ago 16

Jakarta (ANTARA) - Indonesia kembali menjadi tuan rumah penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat internasional, setelah sebelumnya diselenggarakan pada 2003, 2013, dan 2015.

Masyarakat Indonesia harus menunggu sembilan tahun lamanya untuk menyaksikan kembali lantunan ayat suci Al Quran yang dibacakan qori-qoriah dunia.

Penyelenggaraan MTQ internasional di Indonesia dianggap sangat strategis. Selain mengenalkan Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia serta keanekaragaman budaya dan agama, juga menyuguhkan wajah Indonesia yang toleran dan harmonis.

Kali ini sebanyak 60 peserta dari 38 negara ikut berpartisipasi dalam perhelatan MTQ IV yang mengusung tema "Qur’an, Environment, and Humanity for Global Harmony".

Sejatinya, MTQ di Indonesia diikuti 187 negara dari lima benua. Setelah melewati tahap prakualifikasi di masing-masing negara, sejak 2023, terpilihlah 60 peserta.

Para peserta yang lolos, seperti dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, Filipina, Iran, Syria, Pakistan, Afganistan, India, Bangladesh, Kuwait, Turki, Yaman, dan Palestina.

Sementara dari Benua Afrika, berasal dari Mesir, Libya, Tanzania, Mauritania, Guinea, Kenya, Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Ghana, Somalia, Chad, Kamerun, Burkina Faso, Guinea-Bissau, dan Mozambik.

Dari Benua Eropa, yaitu Belanda, Rusia, Swedia, dan Italia, sedangkan Benua Amerika adalah Kanada. Ada dua cabang yang diperlombakan dalam ajang internasional itu, yakni Tilawatil Quran dan Tahfidz Quran.

Penyelenggaraan MTQ memiliki dimensi luas yang berhubungan dengan berbagai sektor. Selain keagamaan, politik, ekonomi, sosial, dan peradaban, penyelenggaraan MTQ ini juga demi mengembangkan pemahaman dan membumikan Al Quran di tengah masyarakat dan menjawab segala permasalahan sosial.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa MTQ bukan hanya lomba seni membaca Al Quran semata, tapi manifestasi kecintaan terhadap kitab suci agama Islam tersebut.

Al Quran selalu relevan dengan perkembangan zaman, dimulai sejak diturunkan hingga saat ini, ketika teknologi digital menghiasi ruang-ruang kehidupan masyarakat.

Relevansi itu menunjukkan bahwa kitab suci umat Islam itu begitu luar biasa menjadi pedoman dan pencerah bagi masyarakat, khususnya umat Islam. Maka dari itu, dalam penyelenggaraan MTQ internasional kali ini mengusung tema tentang "kemanusiaan dan kepedulian terhadap lingkungan".

Kemanusiaan

Al Quran menekankan pentingnya keadilan dan persamaan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam MTQ, semangat keadilan dan persamaan ini tercermin dari kesempatan yang diberikan kepada setiap peserta, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau etnis.

Semua peserta memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dan dinilai berdasarkan kemampuannya. Hal ini mengajarkan nilai keadilan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

MTQ tingkat internasional ini diikuti 60 peserta dari 38 negara. Artinya, ajang ini menjadi media mempertemukan peserta dari berbagai latar belakang yang menunjukkan keberagaman wajah Islam.

Penghormatan terhadap perbedaan dan keragaman menjadi prinsip penting dalam nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Al Quran.

Bahkan, untuk di Indonesia, Kementerian Agama pernah menyelenggarakan MTQ tidak hanya menjadi pesta bagi umat Islam saja.

Dalam beberapa kesempatan Mars MTQ pernah dinyanyikan oleh kelompok paduan suara Katolik dan Protestan. Hal ini menunjukkan bahwa MTQ memegang peranan penting dalam kemanusiaan.

Lingkungan

Al Quran mengajarkan pentingnya menjaga dan memelihara Bumi sebagai amanah dari Allah Swt. Ayat-ayat Al Quran banyak yang mengingatkan manusia tentang tanggung jawab mereka terhadap lingkungan hidup.

MTQ, sebagai ajang yang mengedepankan penghayatan nilai-nilai Al Quran, turut berperan dalam menumbuhkan kesadaran ekologis di kalangan peserta dan masyarakat.

MTQ menjadi sarana edukasi bagi masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup. Misalnya saja, dalam Surat Ar-Rum ayat 41 menyebutkan "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Ayat tersebut mengingatkan manusia bahwa kerusakan alam yang berakibat pada bencana adalah akibat dari kesombongan manusia yang mengeksploitasi alam secara membabi-buta.

Manusia adalah "khalifah" di dunia yang bertanggung jawab untuk melestarikan dan memakmurkan Bumi. Tugas kekhalifahan itu mengharuskan manusia melakukan berbagai ikhtiar agar ciptaan Allah bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia dan kehidupan semesta.

Selain itu, lewat tema MTQ kali ini, Kementerian Agama RI membantah tudingan dari sebuah pernyataan bahwa kitab-kitab Agama Ibrahim adalah pemicu dari kerusakan lingkungan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan manusia sebagai khalifah di Bumi. Kemudian, dalam Surat Al-Jasiyah ayat 13 yang menyebut bahwa Allah telah menundukkan yang ada di langit dan di Bumi untuk manusia.

Ayat-ayat tersebut yang dianggap sebagai dalil untuk mengeksploitasi alam melampaui daya dukungnya. Hanya saja, memahami Al Quran mesti dilakukan secara komprehensif, bukan sepenggal-sepenggal.

Allah Swt. telah menunjuk manusia sebagai khalifah dan alam semesta ditundukkan untuk manusia, tetapi Allah menegaskan bahwa manusia tidak boleh mengeksploitasi alam semesta, seperti dalam Surat Ar-Rum ayat 41.

Gelaran sistematis

Indonesia memiliki cara tersendiri dalam melestarikan tradisi pembacaan Al Quran secara publik. Praktik tilawah di Indonesia berkembang luas, mulai dari tingkat dasar hingga nasional, serta melibatkan berbagai lapisan masyarakat.

Penyelenggaraan MTQ di Indonesia digelar secara sistematis dilakukan, mulai tingkat RT/RW, kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, bahkan internasional, sehingga tidak heran jika para penghafal dan pembaca Al Quran Indonesia dipandang terhormat oleh sejumlah negara.

Dalam beberapa kesempatan, qari dan qariah Indonesia kerap berprestasi dalam ajang internasional. Mereka akhirnya selalu diminta untuk mengisi ceramah dan mengurus masjid-masjid di luar negeri.

Penyelenggaraan MTQ di Indonesia telah secara rutin digelar sejak tahun 1970. Menariknya, gelaran MTQ di daerah seolah menjadi hajat besar yang tidak boleh terlewatkan untuk disaksikan. Setiap tahunnya, 30 perlombaan MTQ digelar, jumlah itu belum dikalkulasi dengan gelaran tingkat akar rumput.

Kementerian Agama RI menjamin bahwa tidak ada lembaga kesenian yang mampu menampilkan diri dan bertahan di tengah masyarakat, selain kegiatan MTQ.

Hebatnya Indonesia mampu menyelenggarakan MTQ itu sebagai pesta rakyat dan menghibur masyarakat, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga bangsa Indonesia seluruhnya.

Selain para qari dan qariah yang dipandang terhormat, sistem perhakiman MTQ Indonesia juga menjadi parameter bagi sejumlah negara. Sebut saja Irak, Iran, dan Malaysia yang mencontoh sistem perhakiman MTQ Indonesia.

Pada umumnya ada empat kriteria penilaian dalam MTQ, seperti tajwid, fashahah, lagu/nada, dan suara. Ada satu kriteria lagi yang menjadi penilaian, yakni penghayatan atau tadabbur.

Kriteria ini yang menjadi pembeda sistem perhakiman di Indonesia, kemampuan untuk menilai penghayatan dalam membaca Al Quran.

Pada akhirnya, Musabaqah Tilawatil Quran bukan sekadar seni membaca kitab suci, tapi manisfestasi kecintaan umat Islam terhadap Al Quran.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |