Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI terus berupaya mendukung program prioritas nasional dengan menyusun strategi implementasi makan bergizi gratis (MBG) di kawasan perbatasan.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama BNPP RI Gutmen Nainggolan dalam rapat koordinasi MBG di kawasan perbatasan di Jakarta, Kamis (27/2), sebagaimana keterangannya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan inisiatif ini menjadi bentuk nyata dukungan BNPP pada program Astacita Presiden Prabowo Subianto dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah terluar Indonesia.
Untuk itu, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan perbatasan, BNPP memiliki peran strategis dalam memastikan program MBG dapat menjangkau masyarakat hingga ke pelosok negeri.
"BNPP RI memiliki 15 pos lintas batas negara (PLBN) terpadu yang tidak hanya berfungsi sebagai gerbang lintas batas, tetapi juga sebagai episentrum pembangunan kawasan perbatasan. Dengan memanfaatkan fasilitas PLBN, program MBG dapat dijalankan secara lebih efektif dan merata," kata Gutmen.
Dia mengatakan perbatasan negara memiliki potensi yang cukup besar dalam mendukung kemandirian pangan, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk ekspor.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara BNPP RI Budi Setyono menambahkan bahwa untuk merealisasikan program MBG diperlukan strategi dalam memastikan aksesibilitas dan distribusi makanan bergizi ke berbagai wilayah di sekitar PLBN.
"Kami siap mendukung pemanfaatan PLBN sebagai pusat kegiatan MBG, termasuk penyediaan dapur untuk mengolah makanan. Kami memiliki pengalaman serupa saat pandemi COVID-19, ketika itu PLBN digunakan untuk menyiapkan makanan bagi para imigran yang menjalani karantina sebelum kembali ke daerah asal," ujar Budi.
Baca juga: BNPP ajak pelaku usaha buat pangan olahan demi kualitas SDM perbatasan
Senada dengan hal tersebut, Perencana Ahli Madya Biro Perencanaan dan Kerja Sama BNPP RI Willianto P. Siagian menekankan pentingnya uji coba atau pilot project agar implementasi program berjalan efektif.
"Kami perlu memilih salah satu PLBN yang memiliki jangkauan luas terhadap sekolah-sekolah di sekitarnya sebagai lokasi percontohan, sehingga program ini dapat berjalan dengan baik sebelum diperluas ke seluruh wilayah perbatasan," jelas Willianto.
Pada kesempatan sama, Asisten Deputi Percepatan Pembangunan Kawasan Kepulauan, Pesisir, dan Daerah Tertinggal pada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI Kartika Listriana menegaskan bahwa pihaknya siap mendukung sinergi dan kolaborasi lintas sektor dalam pelaksanaan program MBG.
"Jika program ini membutuhkan regulasi sebagai payung dalam kegiatan, Kemenko Infrastruktur siap mengajukan koordinasi lebih lanjut untuk memastikan keberlanjutan program," ucap Kartika.
Ia juga menyebut bahwa program ini perlu adanya koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya terkait dengan penyediaan bahan produksi, untuk memastikan agar pasokan bahan baku yang dibutuhkan dapat berjalan lancar.
Baca juga: Tunaikan janji makan bergizi hingga ke ujung negeri
Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah III Badan Gizi Nasional Enny Indarti menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024, program MBG akan menyasar dua kelompok penerima, yakni peserta didik dan non-peserta didik.
"Peserta didik akan mendapatkan makanan bergizi setiap hari, sedangkan non-peserta didik akan menerima sebanyak dua kali dalam seminggu dengan takaran gizi yang sudah ditentukan. Kami sangat mengapresiasi upaya BNPP RI dalam memastikan distribusi MBG dapat menjangkau masyarakat perbatasan," tutur Enny.
Untuk mendukung implementasi program secara luas, dia juga memaparkan lima model pengelolaan Satuan Pelayanan Makanan Bergizi (SPMB) yang telah dirancang agar sesuai dengan berbagai kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat.
1. Model swakelola BGN – BGN memiliki kendali penuh atas SPMB, di mana tanah dan bangunan menjadi aset BGN, serta seluruh operasional pemberian makanan berada di bawah tanggung jawabnya.
2. Model kerja sama dengan institusi – tanah dan bangunan dimiliki oleh institusi mitra, tetapi pengelolaan makanan tetap menjadi wewenang BGN.
3. Model 3A (kerja sama dengan pihak ketiga) – tanah dan bangunan dimiliki oleh pihak ketiga, sementara BGN tetap bertanggung jawab atas pengelolaan dan distribusi makanan.
4. Model 3T – diterapkan di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T), di mana model ini dapat mengadopsi salah satu dari tiga model utama sesuai dengan kondisi setempat.
5. Model 3C (hybrid) – digunakan untuk sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur pendukung. Model ini melayani seluruh siswa yang terdaftar, sedangkan pada model 3T, penerima manfaat dibatasi lebih dari 3.000 orang.
Guna mencapai target yang telah ditetapkan, BNPP RI perlu mempercepat tindak lanjut dengan menyelesaikan berbagai langkah administratif, termasuk pemetaan data, penyusunan proposal, serta pengaturan kerja sama dengan berbagai mitra.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, optimalisasi peran PLBN, dan penerapan beragam model pengelolaan SPMB, BNPP RI berharap program MBG dapat segera terealisasi dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di kawasan perbatasan negara.
Baca juga: Satgas Pamtas RI-RDTL berikan MBG kepada pelajar di perbatasan
Baca juga: Mendagri dorong BNPP kembangkan PLBN jadi sentra ekonomi baru
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025