Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyoroti pentingnya peningkatan program pelatihan dan reintegrasi bagi warga binaan dalam acara silaturahim di Denpasar, Bali, Kamis.
Ia menjelaskan peningkatan program pelatihan dan reintegrasi warga binaan diwujudkan melalui penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI), implementasi keadilan restoratif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, serta kolaborasi lintas instansi dalam pelatihan dan pembinaan.
“Reintegrasi warga binaan yang efektif, pengawasan klien Balai Pemasyarakatan yang optimal, serta koordinasi antar-aparat penegak hukum sangat penting untuk menekan angka residivisme, overstaying, dan overcapacity di lapas maupun rutan,” ungkap Yusril seperti dikonfirmasi di Jakarta.
Adapun silaturahim dilakukan dengan jajaran Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, dan Ditjen Pemasyarakatan Provinsi Bali serta Kanwil Kementerian HAM Nusa Tenggara Timur (NTT).
Silaturahim tersebut menjadi momentum penguatan sinergi dan soliditas antar-unit kerja yang sebelumnya tergabung dalam Kementerian Hukum dan HAM, sekaligus memperkuat koordinasi dalam menghadapi berbagai isu strategis di bidang hukum, HAM, imigrasi, dan pemasyarakatan.
Dalam kesempatan itu, Yusril juga menyinggung pemberlakuan KUHP baru pada tahun 2026. Ia menjelaskan bahwa KUHP tersebut mengakomodasi hukum adat (living law) serta prinsip keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
“KUHP ini diharapkan dapat lebih adaptif terhadap kondisi kekinian dan menjamin kepastian hukum serta keadilan yang lebih baik bagi masyarakat,” ungkapnya.
Terkait penyelesaian non-yudisial terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui pemerintah, dia menyampaikan bahwa bersama Menteri HAM dan Gubernur Aceh, akan meresmikan Memorial Living Park Roemah Gedong di Kabupaten Pidie, Aceh dalam waktu dekat.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan momentum penting untuk mempercepat penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sekaligus menjadi pengingat agar tidak terulang kembali di masa depan.
Selanjutnya, ia turut menyinggung persoalan maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), pengungsi, serta keterbatasan akses layanan keimigrasian di wilayah perbatasan dan daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Disebutkan bahwa sejumlah langkah telah dilakukan, antara lain pembentukan Desa Binaan Imigrasi yang bersinergi dengan kepala daerah, penguatan Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) di berbagai tingkatan wilayah, serta pengembangan unit pelayanan publik di Mal Pelayanan Publik dan Unit Kerja Kantor Imigrasi (UKK) di daerah.
Menko pun mengapresiasi sambutan hangat dan kerja sama yang telah terjalin antar-unit di Provinsi Bali. Dia mengingatkan pentingnya menjaga semangat kebersamaan dalam satu lokasi perkantoran yang terintegrasi.
“Saya mengapresiasi sinergi yang terbangun di Provinsi Bali ini. Semangat kebersamaan dan kolaborasi dalam satu lokasi perkantoran seperti ini dapat menjadi contoh dan teladan bagi jajaran di seluruh provinsi,” ujarnya.
Dirinya berharap silaturahim tersebut menjadi langkah awal yang baik untuk memperkuat koordinasi, soliditas, dan kesatuan arah dalam menghadapi tantangan ke depan.
Baca juga: RI-Australia sepakat perkuat kerja sama imigrasi dan penanganan pengungsi
Baca juga: Menko Yusril: Kepastian hukum penting untuk capai pertumbuhan 8 persen
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.