Jakarta (ANTARA) - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan perubahan mendasar dalam kebijakan bantuan luar negeri (official development assistance/ODA) yang selama ini menjadi pilar kerja sama internasional.
Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang segera setelah kembali menjabat memutuskan untuk membekukan pembayaran bantuan luar negeri dan membubarkan US Agency for International Development (USAID), telah menimbulkan kekacauan di banyak negara berpenghasilan rendah.
Kebijakan ini, yang diiringi oleh kritik tajam karena dianggap boros dan penuh kecurangan, menjadi titik balik penting dalam perdebatan global mengenai peran ODA di era multipolar. Fenomena ini juga mencerminkan dinamika global, di mana negara-negara donatur dari Global North mulai mengalihkan fokus dan dana mereka ke prioritas lain, seperti peningkatan pengeluaran pertahanan dan kebijakan luar negeri yang lebih selektif.
Sebagai negara yang telah berevolusi dari negara penerima bantuan menjadi negara berpendapatan menengah, Indonesia kini menghadapi tantangan tersendiri terkait dengan pergeseran arus bantuan internasional.
Menurut data Bank Dunia, aliran ODA ke Indonesia telah menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan status ekonomi global. Namun, masih terdapat kebutuhan dalam sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan penanggulangan bencana.
Di sisi lain, dinamika global yang tengah berlangsung membuka peluang baru bagi Indonesia untuk mengembangkan model pembangunan yang tidak terlalu bergantung pada bantuan luar negeri.
Investasi infrastruktur tetap menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah tantangan global. Proyek-proyek strategis di bidang transportasi, energi, dan telekomunikasi harus terus didorong melalui skema pembiayaan inovatif, termasuk kerja sama publik-swasta (KPS).
Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pembangunan infrastruktur telah memberikan kontribusi sebesar 15-20% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Tren global yang ditandai dengan pemangkasan dana bantuan luar negeri dan pergeseran prioritas donor menuntut negara-negara berkembang untuk lebih proaktif dalam menetapkan agenda pembangunan nasional. Salah satu solusi adalah membentuk komisi independen yang mereformasi sistem bantuan internasional.
Meskipun Indonesia sendiri bukanlah penerima utama ODA lagi, reformasi sistem global dapat berdampak pada cara Indonesia mendapatkan akses ke bantuan teknis, transfer pengetahuan, dan investasi di masa depan.
Pembentukan Pearson Commission 2.0 misalnya, diharapkan mampu menetapkan dasar rasional baru untuk transfer internasional, menawarkan kerangka kebijakan alternatif yang lebih fleksibel, dan mendorong kerja sama global yang mengurangi ketergantungan pada satu donor dominan.
Bagi Indonesia, hal ini membuka kesempatan untuk menjalin hubungan baru dengan berbagai negara dan lembaga internasional. Indonesia dapat mendorong agenda kerja sama yang lebih berfokus pada investasi publik global, inovasi teknologi, dan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan semacam ini sejalan dengan visi Indonesia menuju kemandirian pembangunan dan peran yang lebih aktif di kancah global.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan analisis tersebut, berikut beberapa implikasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah, yaitu pertama, memperkuat kelembagaan pembangunan.
Pemerintah harus membangun lembaga yang mampu merancang dan mengelola kebijakan pembangunan secara holistik, termasuk mengintegrasikan bantuan teknis internasional dengan program domestik. Ini mencakup perbaikan dalam birokrasi, sistem pengawasan, dan evaluasi proyek pembangunan.
Kedua, diversifikasi sumber dana. Mengingat adanya penurunan dana ODA dari donor tradisional, diversifikasi sumber pendanaan melalui kemitraan dengan lembaga keuangan internasional alternatif, bank pembangunan regional seperti Asian Development Bank, dan sektor swasta menjadi krusial.
Pemerintah dapat mempertimbangkan penerbitan obligasi pembangunan atau skema pembiayaan berbasis hasil (results-based financing) untuk mendukung proyek infrastruktur dan sosial.
Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa investasi asing di Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar pada tahun 2023, namun masih memiliki potensi untuk tumbuh seiring perbaikan iklim investasi.
Ketiga, mendorong kerja sama regional dan global. Indonesia harus aktif terlibat dalam forum-forum regional seperti ASEAN, APEC, dan G20 untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang dan mengupayakan kerja sama multilateral yang lebih seimbang. Hal ini penting untuk menciptakan sistem bantuan internasional yang lebih adil dan responsif terhadap tantangan global.
Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, memiliki peluang untuk memimpin inisiatif kerja sama pembangunan regional. Melalui kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur, Indonesia dapat menciptakan platform baru untuk pembiayaan pembangunan yang lebih efisien dan terkoordinasi, mengurangi ketergantungan pada donor dari Global North.
Keempat, optimalisasi bantuan non-keuangan. Meskipun dana bantuan mungkin mengalami pemotongan, fokus pada transfer teknologi, peningkatan kapasitas, dan kerja sama riset dapat terus dikembangkan. Investasi dalam pendidikan, penelitian, dan pengembangan inovasi domestik akan memberikan dampak jangka panjang yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Indonesia dapat memanfaatkan kemitraan strategis dengan lembaga internasional dan negara-negara mitra untuk transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan inovasi dalam sektor publik. Hal ini penting mengingat transformasi digital dan penguatan kelembagaan menjadi kunci dalam menghadapi persaingan global.
Kelima, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Reformasi dalam pengelolaan dana pembangunan harus dilanjutkan dengan menerapkan sistem monitoring yang ketat serta audit independen. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga menarik minat investor asing yang menghargai transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Seiring dengan dinamika global yang terus berubah, pelajaran yang dapat diambil adalah pentingnya adaptasi dan inovasi kebijakan. Transformasi sistem bantuan internasional bukan hanya soal pemangkasan dana, tetapi juga tentang bagaimana membangun mekanisme baru yang responsif terhadap kebutuhan pembangunan di era multipolar.
Dalam konteks Indonesia, langkah-langkah strategis seperti penguatan kerja sama regional, diversifikasi sumber pembiayaan, dan peningkatan efisiensi pengelolaan dana publik merupakan kunci untuk memastikan bahwa negara ini tetap dapat berkembang secara berkelanjutan dan berdaya saing di kancah global.
*) Dr Aswin Rivai SE MM adalah pemerhati Ekonomi Dan Dosen FEB-UPN Veteran Jakarta
Baca juga: AS hentikan inisiatif USAID untuk pemulihan jaringan energi Ukraina
Baca juga: Pemerintahan Trump berhentikan dua ribu pekerja USAID
Copyright © ANTARA 2025