Jakarta (ANTARA) - Meski harus menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya, namun tak sedikit pun Pramesti Putri (31) terlihat lelah.
Sebaliknya, ibu satu orang anak ini justru tampak gembira karena telah mendapatkan apa yang diinginkannya. Di hadapannya terlihat buah durian yang menggugah selera, baik dari tampilan maupun aromanya.
Buah itu ternyata bernama durian Yuyem khas Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
"Durian Yuyem itu aromanya harum, dagingnya tebal, dan rasanya legit," ujar Pramesti kepada Xinhua. Sebagai penggemar durian, dia mengaku sudah mencicipi banyak jenis durian. Namun, menurutnya hanya durian Yuyem yang membuat dia merasa ketagihan dan ingin kembali mencicipinya.
Varietas unggul
Durian Yuyem merupakan varietas durian lokal unggul yang dibudidayakan di wilayah Kecamatan Mijen. Varietas ini dikenal memiliki tekstur daging buah yang lembut dan creamy. Ciri khas rasanya terletak pada perpaduan rasa manis dengan sentuhan rasa pahit, karakteristik yang membedakannya dari varietas durian lainnya.
Nama unik durian ini berasal dari nama pemilik pohon induk aslinya, yaitu Sutiyem. Saat ini, pengelolaan dan pengembangan kebun durian Yuyem dilanjutkan oleh putranya, Muhammad Kholil (59), yang membudidayakan durian ini di lahan seluas 1,5 hektare di daerah Bubakan, Mijen.
Menurut Pramesti, durian Yuyem merupakan hasil turunan dari pohon durian induk milik Kholil yang sudah berumur lebih dari 100 tahun dan tingginya mencapai 30 meter. Pohon induk yang dapat menghasilkan buah berkualitas tinggi itu lalu disilang dengan bibit super lainnya. Alhasil, lahirlah beberapa varietas durian unggul, salah satunya durian Yuyem.
Dalam lomba durian bibit unggul di acara Semarang Horti Expo 2017 yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kota Semarang, durian Yuyem menyabet predikat juara satu mengalahkan banyak varietas durian unggul lainnya.

Berat durian Yuyem berkisar dari 1 sampai 2 kilogram. Rata-rata satu buah durian Yuyem memiliki enam sampai tujuh pongge (biji durian). Dalam satu ruang, durian ini hanya berisi dua pongge saja.
"Harganya sekitar Rp90.000 sampai Rp100.000 per kilogram," kata Pramesti membeberkan harga durian yang sedang disantapnya itu. "Sesuai dengan kualitasnya, dagingnya tebal dan rasanya sangat manis. Lidah seperti terhipnotis," ungkapnya.
Dagingnya yang berwarna kuning muda tampak menggoda sejak pandangan pertama, sementara untuk rasanya, durian Yuyem disebut-sebut serupa dengan durian Musang King dan Chingong, yang juga terkenal dengan perpaduan rasa pahit-manis yang kompleks.
Kelebihan dan kendala
Meski memiliki rasa yang lezat, namun durian Yuyem sulit ditemukan di daerah lain, bahkan di Provinsi Jawa Tengah pun masih banyak orang yang belum mengenal durian ini.
Ternyata hal ini disebabkan belum banyaknya petani lain yang membudidayakan durian Yuyem. Selama ini hanya Kholil dan beberapa petani durian di daerah Mijen yang menanamnya.
Inilah yang membuat Pramesti jauh-jauh berkendara dari daerah Pucang Gading di Kabupaten Demak ke Mranggen. "Saya cuma bisa menemukan durian Yuyem di sini (Mranggen), lumayan jaraknya, tapi sepadan lah," tuturnya.
Menurut informasi yang didapat Xinhua dari sejumlah sumber, satu pohon durian Yuyem bisa menghasilkan 150-300 buah durian dalam sekali panen.
Namun demikian, pohonnya mencapai produktivitas tinggi pada usia sekitar 40 tahun. Sebagai perbandingan, beberapa varietas durian lokal lainnya mampu berbuah hingga tiga kali dalam setahun, dan mulai berbuah pada usia relatif muda, yaitu 3-4,5 tahun.
Dengan kondisi seperti ini, tak mengherankan jika durian Yuyem cukup sulit didapat. Selain itu harganya pun kerap melonjak karena langka dan banyak diburu pembeli. "Harganya sering naik, tapi peminatnya tetap banyak," ungkap Pramesti.

Hal ini turut menyebabkan terbatasnya ketersediaan dan distribusi durian Yuyem di berbagai daerah lain di luar Jawa Tengah. Jangan tanya soal ekspor, karena durian ini hingga saat ini saja masih kesulitan merambah pasar nasional.
"Saya yakin durian Yuyem bisa bersaing dengan durian premium lain, pasti banyak orang suka setelah mencicipinya," tutur Bachtiar (32), suami Pramesti, kepada Xinhua. Menurut Bachtiar, minimnya dukungan dari pemerintah juga menjadi salah satu penyebab durian ini tidak berkembang.
Varietas banyak, ekspor rendah
Cerita soal pasokan dan distribusi yang terbatas seperti dialami durian Yuyem ini juga banyak terjadi di daerah lain di Indonesia.
Padahal, negara ini kaya akan durian unggul dengan rasa yang lezat. Kementerian Pertanian Republik Indonesia mengatakan, per 2023, Indonesia memiliki 117 jenis durian yang terdaftar dan banyak lagi yang belum terdaftar.
Namun, pasokan durian Indonesia baru bisa memenuhi dalam negeri. Itu pun masih dibantu impor dari sejumlah negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Untuk ekspor, durian Indonesia masih terbilang rendah.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Januari lalu, ekspor durian Indonesia mencapai 600 ton dengan nilai sebesar 1,8 juta dolar AS pada 2024.
Angka tersebut jauh di bawah nilai ekspor durian Vietnam yang mencapai 3,3 miliar dolar AS pada tahun lalu. Sementara nilai ekspor durian Thailand tercatat lebih dari 4 miliar dolar AS.
Ambil China, negara pengimpor durian terbesar di dunia, sebagai contoh, menurut data bea cukai China, China mengimpor sekitar 1,59 juta ton durian pada tahun 2024, dengan nilai impor sekitar 6,99 miliar dollar AS, Thailand dan Vietnam menguasai 98% pangsa pasar tersebut, tapi durian segar asal Indonesia masih belum bisa masuk ke pasar China.
Saat ini Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan serius, seperti standar kualitas yang belum seragam, minimnya teknologi pascapanen, dan kemasan yang kurang kompetitif. Hal ini membuat durian Indonesia sulit bersaing di pasar global.
Selain itu, sebagian besar petani durian di Indonesia merupakan usaha kecil yang belum mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar dan kualitas yang seragam. Jika ingin bersaing di pasar global, apalagi dengan permintaan yang terus meningkat dari pasar China, industri durian Indonesia harus segera mengatasi semua kendala yang ada.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.