Menikah di Bulan Muharram: Antara mitos budaya dan hukum syariat Islam

1 day ago 3

Jakarta (ANTARA) - Bulan Muharram, yang tahun ini berlangsung sejak 27 Juni hingga 25 Juli 2025, kerap dianggap sebagai bulan yang “kurang beruntung” untuk menikah oleh sebagian masyarakat. Pandangan ini umumnya dipengaruhi oleh budaya Jawa, khususnya kepercayaan terhadap bulan Suro, serta tradisi tertentu di sejumlah negara seperti Mesir.

Namun, perspektif syariat Islam mengungkap kenyataan yang berbeda. Tidak ada larangan dalam ajaran Islam yang menyatakan bahwa menikah di bulan Muharram dilarang atau tidak membawa berkah. Sebaliknya, setiap waktu yang dipilih untuk pernikahan diperbolehkan selama memenuhi syarat dan rukun nikah sesuai tuntunan agama.

Baca juga: Maknai Tahun Baru Islam, Menag paparkan makna hijrah dalam Al Quran

Mitos budaya dan hukum syariah

Sebagian masyarakat, khususnya di wilayah Jawa, masih meyakini bahwa menikah di bulan Suro dapat membawa malapetaka seperti perceraian, kesulitan ekonomi, hingga kematian. Kepercayaan ini tumbuh dari warisan budaya dan mistisisme yang telah mengakar kuat dalam tradisi turun-temurun.

Anggapan bahwa pernikahan di bulan Muharram membawa kesialan sejatinya bukan berasal dari ajaran Islam, melainkan dari budaya lokal seperti tradisi Jawa Suro serta pengaruh kepercayaan pra-Islam atau masa Jahiliyah. Keyakinan ini berkembang luas di kalangan tertentu dan bahkan dianggap sebagai hal yang patut dihindari.

Dalam konteks global, pandangan serupa juga pernah muncul di sejumlah negara Muslim, termasuk Mesir. Lembaga fatwa Dar al-Ifta' al-Mishriyyah mencatat bahwa sebagian masyarakat Arab meyakini pernikahan di bulan Muharram sebagai sesuatu yang haram atau membawa nasib buruk. Namun, lembaga tersebut menegaskan bahwa anggapan semacam itu tidak memiliki dasar dalam syariat Islam.

Baca juga: 7 amalan sunnah Bulan Muharram yang dianjurkan Islam

Data dan fakta pada kalangan ulama

• Institusi Dar al‑Iftāʾ al‑Miṣriyyah (Mesir) dalam fatwa tertanggal 17 Februari 1957 menegaskan bahwa tidak ada dalil agama yang melarang menikah di bulan Muharram. Bahkan, hukumnya sama seperti bulan lainnya.

• Syeikh Yusuf al‑Qardhawi, dalam keputusan lainnya, menegaskan bahwa pandangan bahwa menikah di Muharram membawa kesialan adalah “tidak memiliki dasar agama”.

• Ulama Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa bulan Syawal lebih utama untuk menikah, tetapi jika terdapat kebutuhan, maka bulan Muharram termasuk yang diperbolehkan.

Baca juga: 9 dan 10 Muharram 2025 jatuh pada tanggal berapa? Berikut penetapannya

Dalil dari Al Quran dan hadis

• Al Quran (QS At‑Taubah: 36) menyebut Muharram termasuk empat bulan haram, dan umat Islam dilarang “menganiaya diri sendiri”, bukan menghindari pernikahan.

• Hadis sahih dari Nabi Muhammad SAW:

“لا عدوى، ولا طيرة”

“Tidak ada penyakit menular dengan sendirinya, dan tidak ada thiyarah (kesialan)”.

Artinya, kesialan atau mitos yang mengaitkan waktu tertentu dengan peristiwa buruk tidak diakui dalam Islam.

Pernikahan di bulan Muharram dalam pandangan Islam hukumnya mubah atau diperbolehkan. Tidak ditemukan satu pun dalil dalam Al-Qur'an, hadis, maupun pendapat ulama terkemuka yang melarang pelaksanaan pernikahan pada bulan tersebut. Artinya, secara syariat, tidak ada alasan untuk menghindari bulan Muharram sebagai waktu melangsungkan pernikahan.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk dapat membedakan antara tradisi budaya dan ketentuan agama. Kepercayaan yang bersumber dari adat atau warisan leluhur tidak seharusnya dijadikan dasar dalam mengambil keputusan keagamaan. Islam tidak membatasi waktu untuk pernikahan, selama rukun dan syaratnya terpenuhi sesuai ajaran yang benar.

Baca juga: Ribuan warga Banjarmasin jalan sehat sambut Tahun Baru Islam

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |