Menghidupkan demokrasi dari garasi

1 week ago 8
Garasi DPRD NTB mungkin hanya bangunan sederhana, tetapi ia telah berubah menjadi simbol keteguhan demokrasi di tengah krisis

Mataram (ANTARA) - Tragedi kebakaran dan penjarahan Gedung DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada akhir Agustus lalu menyisakan luka mendalam.

Gedung megah tempat para wakil rakyat berkantor itu luluh lantak. Seluruh dokumen habis terbakar, inventaris lenyap dijarah, dan simbol demokrasi daerah itu berubah menjadi puing-puing berdebu. Kerugian ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.

Namun dari balik tragedi itu, muncul gambaran lain yang kontras. Para anggota DPRD memilih tetap bekerja. Tidak ada ruang rapat paripurna yang tersisa, tak ada lagi ruangan komisi berpendingin udara, bahkan musholla dan rumah dinas pun disulap menjadi ruang pertemuan.

Hingga akhirnya diputuskan, garasi kendaraan dijadikan ruang rapat sementara. Sebuah keputusan yang mungkin terlihat sederhana, bahkan ironis. Tetapi di balik kesederhanaan itu, tersimpan makna mendalam tentang keteguhan melaksanakan amanah rakyat.

Langkah menyulap garasi menjadi ruang rapat sesungguhnya membawa pesan kuat yakni demokrasi tidak ditentukan oleh megahnya gedung, melainkan oleh komitmen wakil rakyat untuk tetap bekerja.

Dalam kondisi darurat, pilihan ini membuktikan bahwa fungsi parlemen bisa berjalan di mana saja. Jika rakyat bisa menyampaikan aspirasi di jalanan, maka dewan pun harus mampu membalas dengan kesiapan bekerja meski hanya di garasi.

Keputusan itu juga mengingatkan bahwa esensi lembaga legislatif bukanlah gedung atau fasilitas, melainkan ruang representasi. Garasi yang selama ini menjadi tempat kendaraan parkir, kini menjadi ruang aspirasi. Transformasi ini bukan sekadar solusi praktis, tetapi simbol bahwa demokrasi sejatinya lahir dari kesederhanaan dan keterbukaan.

Namun, tragedi pembakaran dan penjarahan itu tidak boleh sekadar dianggap sebagai musibah. Peristiwa itu harus dibaca sebagai cermin bahwa ada jurang komunikasi antara rakyat dan wakilnya.

Baca juga: Mencegah bara anarkisme di NTB

Ketua DPRD Provinsi NTB Baiq Isvie Rupaeda, , Senin (8/9/2025), memeriksa kondisi garasi di Sekretariat DPRD NTB setelah gedung DPRD setempat dibakar massa aksi unjuk rasa. (ANTARA/Nur Imansyah.)

Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda menyebut kejadian itu sebagai momentum introspeksi. Mungkin selama ini ruang aspirasi terlalu sempit, atau mekanisme dialog tidak benar-benar terbangun.

Jika penyampaian aspirasi kemudian berubah menjadi amuk massa, maka ada yang perlu diperbaiki. Bukan untuk membenarkan kekerasan atau anarkisme, karena perusakan fasilitas publik adalah kesalahan besar yang merugikan semua pihak, tetapi juga untuk menyadari bahwa demokrasi yang sehat hanya bisa hidup jika kanal komunikasi dibuka lebar.

Dalam tradisi demokrasi, setiap krisis selalu membawa peluang. Kebakaran gedung dewan yang dianggap simbol hancurnya institusi bisa dibalik menjadi momentum memperbaiki kualitas representasi. Dari garasi yang sederhana, DPRD NTB bisa memulai tradisi baru yakni membangun kultur kedekatan, keterbukaan, dan respons cepat terhadap aspirasi masyarakat.

Baca juga: Gedung DPRD NTB dibakar dan dijarah massa dalam aksi unjuk rasa

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |