Jakarta (ANTARA) - Mohammad Hoesni Thamrin atau dikenal M. H. Thamrin merupakan putra Betawi yang memiliki peran besar dalam membantu pergerakan kemerdekaan Indonesia, salah satunya memperjuangkan kesejahteraan untuk rakyat kecil.
Tidak hanya diabadikan sebagai jalan protokol di Jakarta, sebagai pahlawan nasional sosok M. H. Thamrin juga diabadikan dalam museum untuk mengenang perjuangannya.
Terletak di Jalan Kenari II, Senen, Jakarta Pusat, museum M. H. Thamrin menyimpan koleksi perjuangan sosok M. H. Thamrin dan gedungnya pun memiliki peran dalam membantu perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
"Dasar dibentuknya museum ini untuk mengenang dan memperkenalkan kepada khalayak ramai mengenai perjuangan M. H Thamrin, di gedung ini banyak sekali peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan lahirnya satu bangsa yang merdeka. Bapak Thamrin sendiri berjuang dan bergerak di era pergerakan di sinilah mulai merintisnya sebuah kemerdekaan," kata Maya, pemandu di Museum M. H. Thamrin, saat ditemui di Jakarta, pada Kamis (30/1).
Baca juga: Menbud bentuk dewan pengawas untuk museum dan cagar budaya
Lahir di Sawah Besar, Betawi, pada 16 Februari 1894, M. H. Thamrin merupakan putra keempat dari pasangan Thamrin Mohammad Thabrie dan Noerhamah.
M. H. Thamrin berasal dari keluarga berada, kakeknya yang bernama Ort seorang pengusaha asal Inggris yang menikah dengan perempuan Betawi bernama Noeraini.
Ayahnya Thamrin Mohammad Thabrie pernah menjadi wedana Batavia, jabatan tertinggi nomor dua yang terbuka bagi warga pribumi setelah bupati.
"Beliau ini lahir dari keluarga yang cukup berada karena dari seorang kakek yang masih berdarah Eropa kemudian ayahnya juga seorang wedana jadilah beliau juga bekerja di pemerintahan Hindia-Belanda karena hampir seluruh keluarganya itu bekerja di pemerintahan Hindia-Belanda," ujar Maya.
Meski berada di keluarga berada, Thamrin dikenal mudah bergaul dari golongan sosial manapun. Pengalaman masa kecilnya yang menyadari akan perbedaan status antara penjajah dengan bangsanya sebagai kaum pribumi.
Baca juga: Wamendukbangga kunjungi museum kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi
Hal inilah yang mendorong ide politiknya untuk berjuang membantu rakyat. M. H. Thamrin memulai dunia politiknya dengan menjadi anggota Gemeenterad Batavia (Dewan Kota) hingga Volksraad (Dewan Rakyat).
"Ketika kita ingin melakukan suatu perubahan itu kita harus mempunyai suatu kedudukan, nah Thamrin mengambil posisi kedudukan yang bukan main-main ini ya sebagai wakil walikota ketika beliau menjabat di Gemeenteraad dimulai awalnya ya tahun 1919," kata Maya.
"Kemudian juga di Dewan Volksraad, beliau itu menduduki posisi yang mengurusi mengenai kemasyarakatan seperti bidang fasilitas umum, pelestarian hewan, pemakaman, perumahan rakyat, usaha pasar nah kesempatan beliau di sini untuk memperbaiki nasib rakyat pribumi yang ketika itu seperti apa pincang gitu ya, penduduk di Batavia itu dulu dikelas-kelaskan," lanjutnya.
Di museum ini terdapat koleksi berupa foto-foto reproduksi tentang kiprah perjuangan M. H. Thamrin dan pergerakan nasional Indonesia, serta suasana Kota Jakarta pada zaman M. H. Thamrin.
Kemudian lukisan, radio, bale-bale tempat pembaringan terakhir jenazah, kursi, piring hias, blangkon, sepeda, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Museum NTB bangun diplomasi kebudayaan lewat pameran di Jeddah

Maya menjelaskan gedung itu dibeli Thamrin tahun 1927 dari pemilik pertamanya dari orang Belanda bernama Meneer de Haas yang digunakan sebagai gudang untuk buah dan tempat jagal atau pemotongan hewan.
Kemudian gedung itu dihibahkan kepada satu organisasi yang bernama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Gedung itupun diberi nama Gedung Permufakatan Indonesia pada tahun 1928 untuk menjadi tempat diskusi dan penyatuan visi dan misi para pejuang kemerdekaan dari berbagai golongan.
Selain sebagai tempat dilakukannya rapat dan musyawarah menuju kemerdekaan Republik Indonesia, bangunan ini juga memiliki peranan penting di kala WR. Supratman membuat konsep lagu Indonesia Raya.
Baca juga: Museum Wayang hadirkan tata pamer baru dan pengalaman imersif

Selain itu, gedung ini juga pernah digunakan untuk keperluan pertemuan, kegiatan organisasi, kemasyarakatan, dan sarana pendidikan.
"Di sini rapat-rapat, kongres dan lain-lain, lagu Indonesia Raya pun di sini pertama kali dikumandangkan pakai biola ya untuk uji coba di sumpah pemuda, konsep rumusan sumpah pemuda juga di sini dibahasnya di gedung ini jadi gedung ini banyak peristiwa-peristiwa embrio lahirnya satu bangsa," kata Maya.
Museum M. H. Thamrin ini beroperasi mulai dari Selasa hingga Jumat dengan tiket untuk dewasa Rp10 ribu, pelajar-mahasiswa Rp5 ribu, dan wisatawan mancanegara Rp50 ribu. Sementara untuk di hari weekend Sabtu dan Minggu tiket untuk dewasa Rp15 ribu.
Baca juga: Menbud optimistis Indonesia bisa jadi negeri dengan seribu museum
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025