Menata ulang budaya tangguh bencana sebagai simfoni Indonesia

1 month ago 11

Jakarta (ANTARA) - Di negara yang terbentang di atas sabuk gempa dan cincin api Pasifik seperti Indonesia, bencana dapat dikatakan sebagai keniscayaan geografis yang tidak dapat dihindari.

Namun, yang bisa dan harus terus diupayakan adalah mengelola risiko bencana itu dengan cara yang lebih sistemik, adaptif, dan kolektif.

Bukan sekadar respons terhadap bencana, tetapi membangun sebuah ekosistem tangguh yang mampu memitigasi dampak, sebelum bencana itu terjadi.

Itulah semangat yang diusung bersama dalam ajang bertajuk "China-Indonesia Trade and Investment Forum" yang merupakan bagian dari rangkaian Emergency Disaster Reduction and Rescue (EDRR) Expo 2025 di Jakarta.

Acara ini menjadi ruang dialog yang penting mengenai penanganan bencana. Hadir berbagai pemangku kepentingan, di antaranya Duta Besar RI untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun, Staf Khusus Menko Polhukam Imron Cotan, perwakilan Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia, komunitas pengusaha teknologi kebencanaan dari RRC, akademisi, serta delegasi dari Kemenko PMK.

Dalam sesi diskusi yang penulis hadiri sebagai narasumber, bersama Netty E. Komattu dari International Association of Emergency Managers dan Prof Dr Anugrah Widianto dari BRIN, penulis membahas arah baru penanggulangan bencana yang lebih terintegrasi dan berbasis pengetahuan.

Satu gagasan yang penulis angkat dalam forum tersebut adalah perlunya menggeser paradigma penanggulangan bencana dari ego-sistem menuju ekosistem.

Bukan lagi bekerja dalam sekat-sekat sektoral, tetapi membangun koordinasi lintas lembaga, lintas sektor, dan lintas komunitas yang terorkestrasi.

Layaknya membangun simfoni, setiap aktor dalam sistem penanggulangan bencana harus memainkan peranannya dengan harmonis agar suara akhir yang terdengar bukan disonansi kebijakan, melainkan komposisi kebijakan yang menyelamatkan.

Sebab bencana tidak mengenal batas administratif, maka mitigasinya pun tidak bisa dibatasi oleh struktur birokrasi.

Kolaborasi menjadi kata kunci. Indonesia bukan kekurangan aktor dalam penanggulangan bencana, tetapi masih sering terjebak dalam koordinasi yang bersifat reaktif, bukannya proaktif.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |