Jakarta (ANTARA) - Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) adalah sektor strategis dalam industri penerbangan yang mencakup seluruh aktivitas pemeliharaan, perbaikan, dan pemeriksaan berkala terhadap pesawat udara, termasuk mesin, badan pesawat, avionik, serta sistem pendukung lainnya.
Fungsi MRO tidak sekadar menjamin keselamatan penerbangan, tetapi juga menjaga efisiensi operasional maskapai, memperpanjang usia pesawat, dan menjadi sumber nilai tambah ekonomi nasional.
Bagi negara kepulauan, seperti Indonesia, yang mengandalkan konektivitas udara untuk mobilitas ekonomi dan sosial, MRO sejatinya merupakan bagian dari sistem pertahanan dan kedaulatan udara.
Realitanya, saat ini menunjukkan tantangan serius. Lalu lintas penerbangan Indonesia, kini telah pulih signifikan, hampir setara dengan kondisi sebelum pandemi, tetapi hampir setengah dari perawatan pesawat nasional masih dilakukan di luar negeri, terutama untuk mesin dan komponen kritis.
Akibatnya, miliaran dolar potensi ekonomi, kesempatan kerja, dan penguasaan teknologi mengalir ke luar negeri. Padahal, potensi pasar MRO domestik diperkirakan mencapai lebih dari 1,5 miliar dolar AS per tahun.
Situasi ini jelas tidak sejalan dengan semangat kemandirian industri dan amanat kedaulatan ekonomi yang kini menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Untuk mengoreksi ketergantungan ini, strategi nasional harus diarahkan pada pembentukan ekosistem MRO yang mandiri dan berdaulat, di mana setiap elemen industri, mulai dari produsen, operator, hingga lembaga pembiayaan, terkonsolidasi dalam sistem yang saling memperkuat.
Pemerintah perlu menugaskan Danantara sebagai lead integrator dan pemegang mandat kedaulatan keamanan penerbangan dalam konteks industri MRO nasional. Danantara memiliki posisi strategis untuk menyatukan arah kebijakan dan pengelolaan BUMN aviasi, seperti PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMF AeroAsia), PT Nusantara Turbin dan Propulsi (NTP), serta PT Dirgantara Indonesia (PTDI), agar tidak berjalan sendiri-sendiri.
Strategi konsolidasi yang dipimpin oleh Danantara juga harus memperhatikan arahan Presiden Prabowo mengenai perampingan jumlah BUMN dan anak perusahaan BUMN.
Rasionalisasi ini bukan sekadar penyederhanaan administratif, tetapi langkah untuk memastikan seluruh perusahaan pelat merah menjadi lebih lincah, efisien, dan produktif, dengan fokus pada mandat strategis masing-masing sektor.
Untuk itu, integrasi dalam ekosistem MRO harus diarahkan agar setiap entitas BUMN memiliki spesialisasi dan saling melengkapi, bukan bersaing atau tumpang tindih.
Sebagai contoh, NTP dapat difokuskan pada keunggulan di bidang engine dan propulsi, GMF AeroAsia pada perawatan airframe dan komponen sistem penerbangan, sedangkan PTDI menjadi tulang punggung manufaktur dan rekayasa struktur. Dengan peran yang jelas, masing-masing dapat tumbuh, tanpa mengorbankan efisiensi nasional. Danantara berperan memastikan rantai pasok, pembiayaan, dan sertifikasi teknis berjalan terpadu, sehingga Indonesia dapat mencapai tingkat kemandirian yang berkelanjutan dalam sektor dirgantara.
Langkah konkret untuk memperkuat ekosistem ini meliputi pembentukan pusat-pusat keunggulan MRO (Centers of Excellence) yang berfokus pada bidang tertentu, yaitu Airframe untuk perawatan struktur pesawat dan integrasi sistem utama; Engine Wide Body dan Narrow Body untuk penguasaan teknologi mesin dan komponen kritis; Component & Avionics sebagai basis bagi industri pendukung dan inovasi teknologi lokal.
Pusat-pusat keunggulan ini akan berfungsi sebagai core ecosystem yang mendorong tumbuhnya beberapa MRO tambahan di tingkat regional.
Dalam model ini, tiga, hingga empat MRO baru dapat muncul dengan potensi bisnis sekitar 125 juta dolar AS per tahun hanya dari kontribusi tenaga kerja dan subkontraktor lokal.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.