Jakarta (ANTARA) - Di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh pilihan mulai dari tempat makan siang, destinasi liburan, hingga keputusan karier banyak orang mulai akrab dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out), yaitu rasa takut ketinggalan sesuatu yang lebih menarik.
Namun tanpa disadari, ada juga fenomena lain yang tak kalah mengganggu yaitu FOBO (Fear of Better Options), rasa takut membuat keputusan karena khawatir ada pilihan lain yang lebih baik di luar sana.
FOBO bukan hanya sekadar rasa bimbang melainkan juga bisa mempengaruhi kesehatan mental, merusak produktivitas hingga mengganggu hubungan dengan orang lain.
Jika seseorang sering merasa tidak puas dengan keputusan yang sudah diambil, terus menunda-nunda memilih, atau kelelahan membandingkan berbagai opsi tanpa akhir, bisa jadi sedang terjebak dalam siklus FOBO. Berikut penjelasannya merangkum dari berbagai sumber:
Baca juga: Apa itu FOMO? kenali dampak dan cara mengatasinya
Apa itu FOBO?
FOBO atau Fear of Better Options adalah kondisi ketika seseorang enggan membuat keputusan karena takut melewatkan peluang yang lebih baik. Bukannya segera memilih dan menjalani pilihan tersebut, justru malah tertahan dalam proses mempertimbangkan tanpa henti.
Berbeda dengan FOMO yang dipicu rasa takut tertinggal dari apa yang dilakukan orang lain, FOBO lebih bersifat internal ketakutan akan penyesalan karena sudah memilih sesuatu yang ternyata bukan yang terbaik. Akibatnya, keputusan pun terus tertunda, bahkan bisa tidak diambil sama sekali.
Ciri-ciri FOBO yang perlu diwaspadai
FOBO sering tidak disadari karena tersamar dalam bentuk "cari aman" atau ingin memastikan semua kemungkinan. Namun, berikut beberapa tanda umum seseorang mengalami FOBO:
- Sulit mengambil keputusan meski sudah ada beberapa opsi jelas di depan mata.
- Menunda jawaban, dengan alasan masih perlu waktu berpikir, tapi tanpa kepastian.
- Menghindari konfirmasi rencana, terutama jika masih berharap ada pilihan yang lebih menarik.
- Membatalkan janji secara mendadak, demi mengejar opsi lain yang dianggap lebih menjanjikan.
- Selalu ingin membuka semua kemungkinan, bahkan ketika keputusan sederhana pun tidak bisa diambil.
- Menempatkan kepentingan pribadi lebih dulu, tanpa mempertimbangkan waktu atau kebutuhan orang lain.
- Hidup dalam zona “mungkin” atau “nanti saja”, yang membuat langkah ke depan menjadi tertahan.
Semakin sering FOBO mengendalikan hidup, semakin besar pula risiko kehilangan peluang, kepercayaan, hingga hubungan yang sudah dibangun. Bukannya memberi keleluasaan, terlalu banyak pilihan justru bisa menjebak seseorang dalam lingkaran tidak produktif yang melelahkan secara emosional.
Baca juga: Wamentan: Hilangkan FOMO kenaikan harga pangan jelang Ramadhan
Cara menghindari FOBO agar tidak mengganggu kehidupan
1. Buat kriteria yang jelas
Tentukan 3-4 hal penting yang harus dipenuhi sebelum mengambil keputusan. Ini akan membantu Anda dalam menyaring pilihan dan menghindari overthinking.
2. Berani bilang “tidak”
Daripada menunda dengan jawaban “mungkin”, lebih baik tegas sejak awal. Keputusan yang jelas membuat segalanya lebih mudah untuk semua pihak.
3. Terapkan golden rule
Ingin dihargai? Mulailah dengan menghargai orang lain. Kalau berharap orang cepat memberi jawaban, lakukan hal yang sama. Jangan menggantung keputusan atau bikin orang menunggu tanpa kejelasan. Bersikap tegas dan jujur akan membuat orang lain lebih respek dan menghargai keputusan yang dibuat.
4. Kurangi pilihan, bukan kesempatan
Semakin banyak pilihan bukan berarti semakin baik. Batasi opsi agar bisa fokus dan lebih tenang dalam membuat keputusan.
Baca juga: Psikolog : Mengikuti tren viral tanda masalah kurang percaya diri
Baca juga: Perilaku "beli sekarang, bayar kemudian" jadi perhatian serius
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025