Kendari (ANTARA) - Puluhan warga binaan itu terlihat rapi dan antusias untuk mengikuti arahan sipir penjara untuk mengikuti pendidikan kesetaraan atau kejar paket. Mereka duduk berjajar dan menyimak dengan baik arahan tutor dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Kendari.
Hal yang menarik dari kelas tersebut, terdapat beberapa para warga binaan yang tangannya hampir dipenuhi tato, memegang bolpoin dan dengan lancar menulis apa yang disampaikan oleh pengajar mereka.
Tidak sedikit di antara mereka yang mengenakan seragam berwarna merah dengan tulisan "Warga Binaan Pemasyarakatan" itu juga mengajukan beberapa pertanyaan kepada pengajar terkait dengan materi yang disampaikan kepada mereka.
Pendidikan kesetaraan itu merupakan wujud program inovasi dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kendari untuk memenuhi kebutuhan pendidikan para warga binaan tersebut.
Dalam upaya memenuhi hak pendidikan bagi setiap warga negara, termasuk para warga binaan, itu sudah diatur dalam Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Untuk memberikan hak pendidikan kepada para warga binaan itu, SKB dan Lapas Kendari menjadwalkan dalam satu pekan untuk mengajar mereka yang tertinggal dalam hal pembelajaran, yakni pada Senin dan Kamis. Upaya itu untuk tetap memberikan mereka kesempatan menimba ilmu, walau dari balik jeruji.
Kepala Satuan SKB Kota Kendari Sarjan, saat ditemui ANTARA di Lapas Kelas IIA Kendari menjelaskan bahwa pembelajaran itu sudah mulai sejak Oktober 2024, setelah ditandatangani naskah kerja sama. Para narapidana itu mengikuti pendidikan kesetaraan atau Paket B (sederajat SMP) dan Peket C (sederajat SMA).
Meskipun pesertanya adalah narapidana, materi pembelajaran sama dengan yang diterapkan dalam lingkup SKB, yakni menggunakan kurikulum yang diacu dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mata pelajaran yang diberikan kepada mereka juga sama dengan sekolah-sekolah pada umumnya, sedangkan yang berbeda hanya karakteristiknya saja. Dengan demikian, para pengajar harus menggunakan pendekatan persuasif. Persuasif dilakukan untuk memberikan rasa nyaman bagi peserta yang secara kondisi psikisnya berbeda dengan murid yang berada di luar lapas.

Dalam memberikan pelajaran kepada mereka, para tutor dari SKB juga mengedepankan cara agar para warga binaan bisa mendapatkan perubahan yang baik dan terus bersemangat dalam mengikuti semua proses pembelajaran.
Dengan menggunakan pendekatan yang persuasif, maka warga binaan yang tadinya sudah tidak ada semangat untuk ikut belajar, semangatnya tumbuh bahwa pendidikan itu sangat penting bagi mereka.
Ketika mereka bersemangat untuk terus belajar, diharapkan kegiatan pembelajaran yang merupakan layanan khusus di Lapas Kendari bisa mereka jadikan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Di momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 ini, SKB sebagai penyelenggara pendidikan yang juga menjadi mitra Lapas Kendari dapat melayani hak-hak warga binaan untuk memperoleh ilmu pengetahuan melalui pendidikan dengan mendapatkan ijazah layaknya pendidikan formal.
Data di Lapas Kendari menunjukkan masih banyak warga binaan di lapas itu yang sangat tertinggal dalam pendidikan formal. Kondisi tersebut yang menggerakkan lapas untuk membuka kelas-kelas khusus untuk memberikan bimbingan kepada mereka yang kemampuannya tertinggal, dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lain.
Kelas-kelas itu dibuat agar mereka yang tertinggal dalam pendidikan bisa kembali merasakan suasana belajar, seperti yang pernah mereka rasakan pada saat bersekolah.
Pendidikan kesetaraan itu juga melengkapi berbagai kemampuan dan keterampilan yang mereka peroleh lewat pelatihan-pelatihan di lapas. Semua pengetahuan dan keterampilan itu dapat menjadi bekal bagi mereka, sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik untuk kembali ke masyarakat atau saat mereka keluar dari lapas, nantinya.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas IIA Kendari Herman Mulawarman menyampaikan bahwa semangat warga binaan untuk ikut dalam pendidikan itu sangat tinggi dan menyambut baik para tenaga pengajar atau tutor yang datang dua kali dalam sepekan ke lapas.
Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan itu sangat bermakna, terutama bagi mereka yang masih buta huruf. Adanya beberapa warga binaan yang buta huruf, kemudian menjadi perhatian pengelola Lapas Kendari untuk memberikan program pendidikan kepada mereka, yang diharapkan mereka nantinya memiliki keterampilan membaca dan menulis, termasuk menghitung.
Selain buta huruf, ada juga beberapa warga binaan yang sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Dengan pendidikan kesetaraan itu, mereka kemudian menjadi terlatih untuk menggunakan Bahasa Indonesia, baik tulis maupun lisan.
Dalam satu kelas pendidikan kesetaraan paket B yang diadakan itu berjumlah 25 orang, sedangkan untuk kelas Paket C terdapat sebanyak 40 orang warga binaan.

Selain pendidikan kesetaraan, Lapas Kendari juga memberikan kesempatan kepada warga binaan yang tengah menempuh pendidikan jenjang Strata-1 atau S1 di perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikannya hingga mereka mampu menyelesaikan ujian skripsi.
Beberapa bulan lalu, dosen dari satu perguruan tinggi melaksanakan ujian skripsi di lapas untuk warga binaan yang tengah menempuh pendidikan tinggi dan sudah pada tahap menyelesaikan skripsi.
Apa yang dilakukan oleh pengelola Lapas Kendari bersama SKB Kota Kendari merupakan wujud hadirnya negara dalam memberikan layanan kesempatan pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan status.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025