Semarang (ANTARA) - Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) mengembangkan hutan pendidikan di lahan wakaf milik Muhammadiyah seluas kurang lebih 3.000 meter persegi.
Rektor Unimus Prof Masrukhi, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis, mengatakan hutan rakyat itu akan menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa dan dosen dari lintas disiplin ilmu.
"Hutan wakaf ini akan menjadi laboratorium alam bagi mahasiswa dan dosen lintas disiplin. Kami berkomitmen menyediakan lahan dan menjadikannya sebagai sarana pembelajaran yang mengintegrasikan nilai Islam dengan ilmu pengetahuan," katanya.
Peresmian Hutan Wakaf Muhammadiyah di Unimus telah dilakukan beberapa waktu lalu bersamaan dengan peringatan Milad ke-26 Unimus.
Baca juga: Tumbuhkan kedaulatan pangan, Muhammadiyah tanam sayuran di lahan wakaf
Menurut dia, Hutan Wakaf Muhammadiyah adalah model hutan yang diproyeksikan sebagai ruang pendidikan, penelitian, sekaligus pemberdayaan masyarakat.
Unimus merencanakan pengembangan hutan wakaf menjadi arboretum dan kawasan eduwisata yang dapat diakses mahasiswa, masyarakat, hingga publik, sehingga fungsi pendidikan, konservasi, dan pemberdayaan ekonomi dapat berjalan beriringan.
Sementara itu Penanggung Jawab Hutan Wakaf Muhammadiyah Muh Fitrah Yunus menjelaskan saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya alam, seperti kerusakan hutan, krisis iklim, hingga terbatasnya implementasi program perhutanan sosial.
Di tengah kerumitan itu, kata dia, Hutan Wakaf Muhammadiyah muncul sebagai salah satu jalan alternatif dari akar budaya yang tidak bergantung pada negara atau pasar, namun tumbuh dari kekuatan komunitas dengan memanfaatkan tanah wakaf secara produktif dan berkelanjutan.
Muhammadiyah memiliki lebih dari 21 juta meter persegi tanah wakaf di seluruh Indonesia yang selama ini digunakan untuk sekolah, rumah sakit, dan pesantren. Kini sebagian aset itu mulai diarahkan untuk menjawab krisis ekologis.
Baca juga: UMB dipercaya kelola 1.992 hektare hutan untuk dukung riset pendidikan
"Hutan Wakaf Muhammadiyah hadir untuk mewujudkan tidak hanya keadilan ekonomi, tapi juga keadilan akses terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat luas," katanya.
Ia juga menekankan hutan wakaf adalah alternatif solusi atas kerumitan legal formal negara dalam agenda pemanfaatan perhutanan sosial yang justru merugikan masyarakat.
Sementara itu Direktur Lembaga Alam Tropika Indonesia (Latin) Thomas Oni Veriasa menekankan dimensi ekonomi restoratif dari skema hutan wakaf.
"Hutan Wakaf adalah inovasi yang menghubungkan spiritualitas dengan kelestarian ekologi. Skema ini membuka peluang ekonomi yang adil dan produktif, sekaligus memperkuat gerakan konservasi berbasis wakaf," katanya.
Dalam jangka panjang, kata dia, hutan wakaf diharapkan menjadi role model pengelolaan hutan hak yang diakui dalam kebijakan nasional.
Baca juga: Rektor Unmul: Tambang di hutan pendidikan ganggu aktivitas akademik
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.