Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung bersinergi untuk mewujudkan transparansi dalam persidangan yang bersifat tertutup, khususnya dalam perkara yang melibatkan perempuan dan anak berhadapan dengan hukum.
Pada awal tahun ini, Komisi Yudisial (KY) telah berkomunikasi dengan Mahkamah Agung (MA) terkait penguatan pemantauan persidangan. Adapun MA, melalui Ketua Kamar Pengawasan (Tuaka Was), telah mengeluarkan Surat Nomor 7/TUAKA. WAS/PW 1.4/II/2025 tanggal 26 Februari 2025.
"Sudah dijawab secara tertulis oleh MA, dalam hal ini Tuaka Was menandatangani, intinya diperbolehkan KY ini memantau persidangan," kata Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah dalam diskusi di Jakarta, Rabu.
Meskipun demikian, menurut Siti, masih ada pengadilan yang belum mengakomodasi pemantauan persidangan. Oleh sebab itu, KY berharap nantinya MA mengeluarkan surat edaran mengenai hal ini.
Dia menjelaskan konstitusi mengamanatkan KY untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Salah satu bentuk pengejawantahan amanat tersebut, yaitu melalui pemantauan maupun pengawasan persidangan.
Dalam beberapa waktu terakhir, tutur Siti, kasus anak yang berhadapan dengan hukum semakin bertambah. Peran KY dibutuhkan untuk memastikan persidangan berjalan sesuai dengan peraturan yang ada.
Baca juga: KY fokuskan pemantauan sidang perempuan berhadapan dengan hukum
Siti pun memastikan KY tidak asal melakukan pemantauan, terlebih dalam persidangan tertutup yang melibatkan perempuan dan anak.
"(Kami ingin) memastikan bagaimana hakim yang menidakkan para perempuan dan anak itu on the track (berada pada jalur yang tepat). Artinya, tidak melanggar KEPPH (Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim). Kemudian, juga para perempuan dan anak-anak yang menjadi korban ini terpenuhi hak-haknya," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Albertina Ho, selaku perwakilan MA dalam diskusi tersebut, mengatakan pengadilan pada prinsipnya tidak keberatan jika KY melakukan pemantauan langsung di persidangan, baik sidang terbuka maupun tertutup.
Menurut dia, KY merupakan lembaga pengawas eksternal bagi perilaku hakim tidak hanya ketika menjalankan tugas, tetapi juga ketika di luar kedinasan. Hal itu jelas tertuang dalam bagian pembukaan KEPPH.
Baca juga: KY turunkan tim pantau sidang terdakwa OTT di MA
Kendati demikian, Albertina menyebut KY harus tetap memberitahukan kegiatan pemantauan, khususnya untuk sidang tertutup, kepada ketua majelis hakim yang memeriksa perkara demi menjaga ketertiban sidang dan kewibawaan peradilan.
Di samping itu, dia mengatakan pemantauan persidangan yang dilakukan KY harus pula memerhatikan hak-hak para pihak berperkara. Dalam hal ini, dia menekankan pemantauan sidang tertutup harus menjaga aspek kerahasiaan isi persidangan.
"Jadi, jangan kita terlalu semangat pemantauan dalam perangkat transparansi, tapi transparansi juga harus melindungi hak-hak perorangan. Itu juga harus dilindungi," ujarnya.
Berdasarkan Pasal 153 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sidang digelar secara tertutup untuk perkara mengenai kesusilaan atau perkara dengan terdakwa anak-anak.
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup, kecuali untuk sidang pembacaan putusan.
Sementara itu, ketentuan mengenai persidangan yang melibatkan perempuan diatur secara rinci dalam Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Baca juga: KY tak temukan pelanggaran usai pantau 74 sidang pidana pemilu
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.