Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa sanksi telat pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) diberikan oleh institusi penyelenggara negara atau wajib lapor (PN/WL).
"Sanksi bisa diberikan oleh para pimpinan ataupun satuan pengawas internal di masing-masing instansi," ujar anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.
Sementara itu, Budi menjelaskan bahwa KPK mendorong pimpinan instansi tersebut untuk menggunakan LHKPN sebagai salah satu instrumen penilaian.
Dalam promosi ataupun mutasi jabatan di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, misalnya, bisa memperhatikan track record (rekam jejak) dari kepatuhan LHKPN dari setiap pejabat atau penyelenggara negara.
Menurut dia, hal tersebut dapat diterapkan oleh instansi terkait sebab LHKPN merupakan salah satu instrumen pencegahan korupsi.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4), mengemukakan bahwa hingga Rabu (9/4) terdapat 16.867 dari 416.723 PN/WL yang belum menyampaikan LHKPN 2024. Dengan demikian, sebanyak 399.925 PN/WL telah lapor LHKPN.
Atas setiap pelaporan LHKPN tersebut, kata dia, KPK selanjutnya melakukan verifikasi administratif.
"Jika sudah dinyatakan lengkap, LHKPN akan dipublikasikan agar masyarakat dapat mengaksesnya secara terbuka sebagai bentuk transparansi," kata Tessa.
Adapun batas akhir pelaporan LHKPN adalah pada hari Jumat (11/4) pukul 23.59 WIB.
Baca juga: Sahroni minta KPK atur sanksi untuk pejabat tidak lapor LHKPN
Baca juga: KPK sebut satu pimpinan DPR RI belum lapor LHKPN
Pewarta: Rio Feisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025