Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam penanganan dan putusan perkara masih sangat terbatas.
"Penggunaan UU TPKS dalam penanganan dan putusan perkara masih sangat terbatas, meski payung hukum nasional telah tersedia," kata Wakil Ketua Komnas Perempua Dahlia Madanih dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya saat menghadiri Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) di Palu, Sulawesi Tengah.
Ia mengatakan data kekerasan seksual sebagai salah satu persoalan krusial.
"Bahkan di sejumlah kabupaten di Sulawesi Tengah tercatat nol pelaporan kasus, kondisi yang dinilai tidak mencerminkan realitas di lapangan," kata Dahlia Madanih.
Baca juga: Komnas: Gerakan perempuan saat ini terhalang kemunduran demokrasi
Menurut dia, rendahnya pelaporan ini berkaitan erat dengan minimnya literasi hukum, kuatnya stigma terhadap korban, serta masih dominannya penyelesaian berbasis hukum adat, termasuk untuk kasus kekerasan seksual dan perkawinan anak.
Sementara penanganan kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga masih menghadapi kendala, salah satunya Direktorat Siber Polda Sulawesi Tengah yang masih berfokus pada penanganan kasus pornografi dan judi online.
Perbedaan perspektif antar aparat penegak hukum juga masih menjadi hambatan.
"Sejumlah kasus kekerasan seksual kerap ditolak atau tidak dilanjutkan dengan alasan suka sama suka, meski telah terdapat indikasi relasi kuasa dan kerentanan korban sebagaimana diatur dalam UU TPKS," kata Anggota Komnas Perempuan Chatarina Pancer menambahkan.
Baca juga: Rentan kekerasan, perlindungan perempuan pembela HAM perlu diperkuat
Baca juga: Tangani kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kemen PPPA hadirkan 138 RBI
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































