Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Novita Hardini mengingatkan agar kebijakan perpajakan digital atau e-commerce jangan sampai menekan pelaku UMKM.
Saat kunjungan kerja spesifik ke Danau Toba, Sumatera Utara (25/7), dia mengatakan di tengah gencarnya digitalisasi ekonomi, perhatian pemerintah seharusnya tak hanya sebatas pada legalitas dan formalitas, tetapi juga pada keberlanjutan usaha kecil yang rentan terhempas beban regulasi yang tidak proporsional.
“Jangan sampai UMKM yang baru belajar bernafas melalui digital, langsung ditekan dengan kebijakan pajak tanpa kesiapan ekosistem. Mereka ini bukan perusahaan raksasa, tapi tulang punggung ekonomi rakyat,” kata Novita dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Anggota komisi DPR yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi itu menegaskan kebijakan perpajakan harus memperhatikan realitas di lapangan.
Ia mencontohkan banyak pelaku UMKM yang sudah berusaha mengurus legalitas, seperti sertifikasi halal, hak merek, hingga Perseroan Terbatas (PT) perorangan, namun masih menghadapi kendala birokrasi yang lamban.
Baca juga: Komisi VII: Pelaku wisata-UMKM harus kreatif jadikan Siak wisata utama
“Dari dua tahun lalu daftar sertifikasi halal, sampai sekarang belum turun. Ini kan ironis, sudah didorong untuk formal tapi tidak difasilitasi dengan cepat, sekarang malah dihadapkan pajak,” ujarnya.
Novita mengatakan pajak e-commerce yang dibebankan pada pelaku usaha kecil bisa menjadi penghambat, alih-alih pendorong.
Dia menilai fokus saat ini seharusnya diarahkan pada penguatan kapasitas usaha, keberlanjutan produksi, dan edukasi digital yang konkret.
UMKM, kata dia, memerlukan perlu kepastian, bukan kejutan, sehingga jangan sampai hari ini bisa berjualan, tetapi besok tidak bisa.
"Yang mereka butuhkan adalah kestabilan agar bisa menyekolahkan anak, menghidupi keluarga, dan berputar ekonominya,” ucap Novita menambahkan.
Lebih lanjut, dirinya turut mengingatkan agar berbagai program pemerintah tidak hanya bersifat pada seremoni, sehingga harus ada program nyata yang bisa menyentuh langsung kebutuhan UMKM dari pembiayaan, digitalisasi, hingga penguatan rantai pasok dan pasar.
Kendati demikian, ia tetap mengapresiasi adanya kolaborasi antar kementerian, seperti Kementerian UMKM, Kementerian Hukum, dan lembaga-lembaga lainnya.
Tetapi, dia mengajak kolaborasi kementerian/lembaga tersebut bukan hanya soal penandatanganan nota kesepahaman, melainkan mengenai output dan dampak nyata, apalagi jika menyangkut hajat hidup rakyat kecil.
Baca juga: Kemendag komitmen kembangkan dan jalin kemitraan strategis produk UMKM
Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) 7 Jawa Timur tersebut pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan yang berpihak pada pelaku UMKM.
Novita juga mengajak seluruh pemangku kebijakan agar tidak menjadikan pajak sebagai instrumen yang membebani pelaku usaha kecil, tetapi sebagai alat pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
“Kalau UMKM kita kuat, ekonomi nasional juga kuat. Tapi kalau mereka tersungkur karena kebijakan yang tidak adil, kita semua yang akan rugi,” tuturnya.
Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang merancang kebijakan baru terkait pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi para pedagang di platform e-commerce.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menjelaskan rencana ini pada dasarnya merupakan pergeseran mekanisme pembayaran pajak.
Jika sebelumnya pedagang daring wajib membayar PPh secara mandiri, nantinya lokapasar (marketplace) akan ditunjuk sebagai pihak yang memungut PPh 22 atas setiap transaksi pedagang pada e-commerce.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan dalam rancangan kebijakan pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang e-commerce, pemerintah akan memberikan pengecualian. Pedagang yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta dalam satu tahun tidak akan dikenakan pungutan PPh 22.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.