KLH akan perkuat kearifan lokal yang dukung upaya konservasi

3 months ago 13

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan memperkuat kearifan lokal yang berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dalam upaya mendukung konservasi ekosistem di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam konferensi pers peringatan Hari Keanekaragaman Hayati 2025 di Jakarta Timur, Kamis, Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq berencana memperkuat peran kearifan lokal dalam kaitannya dengan upaya konservasi, termasuk dengan menggunakan regulasi.

"Kita akan meng-scale up kebijakan itu, justru kemudian kebijakan lokal ini yang kita perkuat melalui instrumen regulasi pemerintah. Ini akan menjadi penguatan terkait dengan kebijakan lokal, akan melindungi local wisdom yang melakukan langkah-langkah yang tumbuh alami dari lingkungannya," kata Hanif.

Dia memberikan contoh salah satu kearifan lokal yang perlu diperkuat seperti sasi yang biasanya digunakan di wilayah Maluku dan Papua. Sebuah larangan atau pembatasan berdasarkan aturan adat terkait pemanfaatan sumber daya alam dalam jangka waktu tertentu untuk memastikan kelestariannya.

Baca juga: KLH soroti urgensi konversi air hadapi isu pencemaran sungai

Baca juga: KLHK sebut perempuan jadi kunci dalam upaya konservasi air

Selain itu terdapat pula mekanisme imbal jasa lingkungan yang memberikan kompensasi atau insentif kepada individu atau kelompok yang menyediakan jasa lingkungan.

KLH sendiri sudah meluncurkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2025 tentang Pengembangan Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH) sebagai dukungan kepada masyarakat adat, petani hutan serta komunitas yang menjaga alam.

"Sehingga apa yang dilakukan oleh masyarakat itu menjadi terlindung. Paling penting konservasi adalah bagaimana kemudian masyarakat ini menjadi terlibat sangat intens," ucapnya.

Terkait keterlibatan masyarakat, dia menyoroti kesuksesannya dalam kasus pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) yang terancam punah. Dengan keterlibatan masyarakat, angka kematian hewan tersebut karena jaring manusia kini sudah mencapai 0 persen setelah pemasangan sensor di jaring.

"Ini yang kemudian harus kita melakukan penguatan, karena penyebab kematian pesut tidak hanya dari jaring tapi juga tabrakan dengan tongkang dan lain-lain," demikian Hanif Faisol Nurofiq.*

Baca juga: Kolaborasi pendidikan lingkungan hidup di kawasan konservasi Fakfak

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |