KKP jelaskan potensi dan kebijakan pengembangan perikanan budi daya

2 months ago 21

Jakarta (ANTARA) - Pengelola Kesehatan Ikan Ahli Muda Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Siti Fatimah menjelaskan potensi yang dimiliki sektor akuakultur Indonesia serta kebijakan untuk mengatasi tantangan terkait pengembangan perikanan budi daya.

"Kita memiliki potensi lahan cukup besar dimana di sini lahan perikanan budi daya masih luas 17,91 juta hektare dengan potensi pengembangan yang besar. Karena tingkat pemanfaatan lahan baru mencapai 5,35 persen," kata Siti dalam diskusi yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Di samping potensi lahan budi daya yang luas, Siti menjelaskan Indonesia memiliki komoditas perikanan ekspor unggulan serta untuk menjadi penopang ketahanan pangan dalam negeri.

Komoditas akuakultur seperti udang, lobster, kepiting, rumput laut memiliki nilai kompetitif di pasar ekspor. Sedangkan komoditas ikan air tawar mampu berperan sebagai penopang ketahanan pangan.

Dari sisi sumber daya manusia, sektor akuakultur berpotensi menyerap banyak tenaga kerja dan memunculkan wirausahawan baru terutama dari kalangan milenial karena memiliki karakteristik pemanfaatan teknologi yang mudah diaplikasikan dan cepat dipanen.

Melalui perkembangan teknologi, perikanan budidaya memanfaatkan automatisasi sistem produksi dan digitalisasi tata niaga sehingga rantai pasok semakin efisien dan keuntungan pembudidaya meningkat.

Hal tersebut sejalan dengan tren bisnis pasca pandemi COVID-19 yang mengubah pola pikir masyarakat menuju bisnis berwawasan online sehingga para pemangku kepentingan budidaya terdorong untuk memahami digitalisasi budidaya.

"Selain itu, tersedia sistem jaminan mutu produk yang diterapkan dan pembenihan hingga pembesaran antara lain standar, sertifikasi, registrasi, monitoring residu dan penyakit ikan," ujar Siti.

Baca juga: BRIN jelaskan manfaat penggunaan teknologi terhadap praktik akuakultur

Akan tetapi, perikanan budi daya Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan antara lain kebutuhan protein yang tinggi, peningkatan nilai ekspor ikan dan udang, praktek perikanan budi daya yang tidak ramah lingkungan.

Kemudian rendahnya lahan budi daya yang sesuai persyaratan, beberapa spesies ikan endemik yang terancam punah, sumber bahan baku pakan sehingga harga mahal. Jadi memang sumber bahan baku banyak dari impor.

Oleh karena itu, kata Siti, KKP mengeluarkan kebijakan strategis guna mengatasi tantangan ini yakni pengembangan perikanan budi daya berorientasi ekspor dengan komoditas unggulan udang, rumput laut, nila, kepiting, dan lobster melalui pemodelan budidaya berbasis kawasan dan revitalisasi budidaya.

Selain itu, KKP juga menginisiasi pembangunan kampung perikanan budi daya berbasis kearifan lokal untuk pengentasan kemiskinan sekaligus menjaga dari kepunahan.

Dengan strategi tersebut, Siti memaparkan pihaknya menargetkan produksi ikan dan udang meningkat dari 5,54 juta ton pada tahun 2022 menjadi 12,52 juta ton pada tahun 2024. Lalu produksi rumput laut meningkat dari 9,23 juta ton tahun 2022 jadi 12,33 juta ton pada 2024.

"Selanjutnya nilai tukar pembudidaya ikan atau NTPI 105 pada tahun 2024 dan pendapatan pembudidaya mencapai Rp4,8 juta per bulan," imbuhnya.

Baca juga: KKP ungkap produk akuakultur Indonesia mampu bersaing secara global

Baca juga: KKP gelar APA 2024 galang dukungan pembangunan akuakultur dalam negeri

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024

Read Entire Article
Rakyat news | | | |