Jakarta (ANTARA) - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) E. Aminudin Aziz menyebut pentingnya transformasi perpustakaan agar tetap relevan di era perkembangan kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI).
"Saat ini kita ada pada zaman yang kita sebut era digital. Tentu saja ini adalah tuntutan yang memang berkembang sesuai dengan zamannya ketika kita berbicara dengan kecakapan literasi, sehingga perlu kecakapan dan antisipasi apa yang kita perlukan dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat di teknologi AI," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan, kompleksitas kecakapan literasi akan selalu berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Untuk itu, perpustakaan tidak lagi boleh dipandang sekadar sebagai tempat menumpuk buku, tetapi perlu menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.
"Perpustakaan tidak boleh lagi dipandang sekadar tempat untuk menumpuk buku. Perpustakaan, pustakawan, dan pengelola perpustakaan secara keseluruhan harus berubah dari kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman," ujar dia.
Menurut dia, era digital dapat menghadirkan peluang, tantangan, sekaligus ancaman, sehingga seluruh pengelola kegiatan literasi yang terdiri dari pengelola perpustakaan, aktivis literasi, guru, orang tua, maupun pegiat masyarakat perlu saling bergandengan tangan menyusun strategi dengan program-program literasi yang mampu memberi ruang kreativitas bagi generasi masa kini.
"Tidak mungkin kita melayani pemustaka dengan cara-cara lama, apalagi di tengah perubahan pesat ketika kecerdasan buatan berkembang begitu cepat. Kita harus terus bergerak untuk mengubah perspektif kita dalam melayani masyarakat, khususnya pemustaka yang sudah melek teknologi," paparnya.
Baca juga: Hari Anak Jakarta Membaca: Jelajahi dunia literasi di Perpusnas
Baca juga: KPU-Perpusnas jalin kerja sama perluasan pendidikan Pemilu dan politik
Aminudin menegaskan, Perpusnas sudah menyediakan ruang untuk berekspresi dan menyelenggarakan kegiatan dengan kolaborasi bersama semua pihak untuk pembangunan literasi di masyarakat.
Sementara itu, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Nurhadisaputra menyampaikan bahwa kecakapan literasi merupakan hak asasi manusia, fondasi pembangunan berkelanjutan, dan pintu gerbang menuju keadilan sosial serta masyarakat yang damai dan inklusif.
"Dalam peringatan Hari Literasi Sedunia tahun 2025 yang jatuh setiap 8 September, UNESCO mengambil tema 'Mempromosikan Literasi di Era Digital', tema yang sangat relevan karena dunia kini berada di era digital yang mengubah cara berpikir, belajar, bekerja, bersosialisasi, bahkan memahami realitas," ucap Nurhadisaputra.
Sedangkan Pegiat Literasi, Maman Suherman, menyampaikan kecakapan literasi dibutuhkan di era digital dengan informasi yang mengalir secara deras namun kebenarannya belum tentu terjamin.
"Penguatan kecakapan literasi harus menjadi jalan kemanusiaan untuk memanusiakan manusia yang tidak serampangan menyebarkan kebohongan, fitnah, dan adu domba. Literasi juga harus mampu menumbuhkan kesadaran untuk terus menyampaikan kebenaran, kebaikan, dan kebermanfaatan sehingga menghasilkan kreativitas, keberdayaan," ujar Maman.
Duta Besar atau Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO I Gusti Agung Ketut Satrya Wibawa mengemukakan, di beberapa negara akal imitasi menjadi alat yang membantu percepatan atau intervensi kebijakan untuk mencapai nilai literasi yang diharapkan.
"Dengan AI, guru bisa membuat rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP, bank soal, hingga sistem pendukung pembelajaran. Bagi para murid, dapat memudahkan pembelajaran bahasa terjemahan melalui aplikasi yang mudah didapat. Namun, dibutuhkan etika dan tata kelola dengan sistem yang rigid dan ketat dalam penggunaan AI tersebut," ujarnya.
Baca juga: Empat fakta menarik tentang Perpustakaan Nasional
Baca juga: Lima pegawai Perpusnas jadi pemateri dalam Kongres WLIC di Kazakhstan
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.