Jakarta (ANTARA) – Sebagai langkah konkret mendukung pelaksanaan kebijakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang lebih objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyelenggarakan Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan SPMB Tahun Ajaran 2025/2026, Rabu (11/6) di Jakarta.
Forum ini menjadi wadah strategis untuk membangun sinergi lintas kementerian/lembaga serta pemerintah daerah untuk pengawasan bersama terhadap pelaksanaan SPMB. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menekankan, SPMB bukan sekadar pergantian nama dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), tetapi merupakan titik balik dari reformasi sistem penerimaan murid di Indonesia.
“Dalam paradigma baru ini, kita ingin menegaskan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional, bukan privilese administratif. Maka SPMB bukanlah sekadar proses administrasi, tetapi bagian penting dari kewajiban konstitusional pemerintah untuk menghadirkan layanan pendidikan yang bermutu untuk semua,” jelas Atip.
1. Komitmen Kemendikdasmen bersama pemangku kebijakan wujudkan SPMB adil dan transparan
Lebih lanjut, Wamen Atip menyampaikan, forum ini merupakan komitmen kolektif Kemendikdasmen bersama para pemangku kebijakan untuk memastikan pelaksanaan SPMB berlangsung adil dan transparan.
“Bahwa untuk menjamin filosofi dasar dari SPMB yang berkeadilan dan transparan, maka prosesnya pun harus dijalankan dengan benar. Keadilan terletak pada proses yang objektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Dukungan legislatif terhadap forum ini turut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Mahfudz Abdurrahman, yang menyebut forum bersama sebagai instrumen strategis dalam pengawasan pelaksanaan SPMB.
“SPMB adalah kesempatan awal bagi setiap anak bangsa untuk mendapatkan hak dasar mereka yakni hak atas pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, proses ini harus diawasi dan dijaga dengan sungguh-sungguh, agar mencerminkan nilai-nilai integritas dan meritokrasi,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya membangun pemahaman bersama antarinstansi, memperkuat koordinasi, serta menyusun langkah preventif secara kolektif untuk mengantisipasi potensi permasalahan yang mungkin terjadi di lapangan. “Lebih dari itu, forum ini adalah suatu bentuk tanggung jawab moral kita kepada anak-anak dan orang tua di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Forum ini dihadiri oleh 200 peserta dari berbagai unsur: Kemendikdasmen, inspektorat daerah, dinas pendidikan, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), serta lintas kementerian dan lembaga seperti DPR RI Komisi X, Kantor Staf Presiden, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Komisi Nasional Disabilitas.
Dari sisi pengawasan internal, Inspektur Jenderal Kemendikdasmen, Faisal Syahrul, menyampaikan temuan-temuan dari pelaksanaan PPDB tahun-tahun sebelumnya yang menjadi perhatian dalam sistem baru ini. Beberapa di antaranya adalah indikasi jual-beli kursi melalui jalur afirmasi, mutasi dan prestasi; pemalsuan dokumen domisili yang merugikan murid di sekitar sekolah; kurangnya sistem verifikasi lintas sektor antara data pendidikan, sosial, dan kependudukan; serta keterbatasan kanal pengaduan dan respons yang lambat terhadap laporan masyarakat.
“Kami di Inspektorat Jenderal Kemendikdasmen siap mendukung setiap langkah pencegahan dan penegakan disiplin di lapangan untuk mencegah penyimpangan dan memastikan akuntabilitas pelaksanaan SPMB,” ujar Faisal.
2. Kesiapan di tingkat daerah
Di tingkat daerah, berbagai langkah nyata juga dilakukan untuk memastikan kesiapan pengawasan SPMB. Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Padang, Arman, menegaskan pentingnya pengawasan sebagai kunci keberhasilan implementasi.
“Kota Padang sangat siap menyukseskan dan melakukan fungsi pengawasan SPMB. Sebagai langkah persiapan, kami telah melakukan sosialisasi secara berkala kepada pihak internal maupun petugas di satuan pendidikan dengan harapan interpretasi tentang petunjuk teknis SPMB dapat dipahami selaras oleh semua pihak,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelaksanaan SPMB akan dimulai pada minggu ketiga Juni dan masyarakat telah difasilitasi untuk menyampaikan aduan melalui berbagai kanal, seperti posko pengaduan di kantor Disdikbud maupun media sosial resmi. “Kami berharap, SPMB di Kota Padang akan berlangsung dengan baik dan menjadi inspirasi khususnya di Provinsi Sumatera Barat,” tambah Arman.
Senada, Plt. Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Dwiana Langlang Nugraha menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan pelaksanaan SPMB secara matang sejak jauh hari. Sosialisasi kepada satuan pendidikan dan pelatihan petugas posko telah dilakukan guna menciptakan ekosistem pendidikan yang berintegritas, transparan, dan berkeadilan.
“Persiapan SPMB ini telah dilakukan selama tiga tahun terakhir, meliputi penginputan dan sinkronisasi data para murid, sehingga pada pelaksanaan SPMB data tersebut sudah tersaji dengan baik,” tambahnya.
3. Pendidikan menjadi milik semua
Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mendorong perluasan dan pemerataan akses pada layanan pendidikan. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus berupaya agar semua anak di Indonesia, tanpa memandang kondisi sosial dan ekonomi, menerima haknya untuk mendapatkan layanan dan akses pendidikan yang merata dan berkualitas.
“Tidak ada perbedaan di negara ini. Apapun latar belakang ekonomi dan sosialnya, semua anak tetap harus mendapatkan hak pendidikan. Kami juga memohon dukungan wali kota, bupati, dan para kepala daerah, untuk bersinergi sesuai prinsip partisipasi semesta, untuk mewujudkan pendidikan di Indonesia yang lebih baik dari hari ke hari,” kata Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (16/6).
Komitmen pemerintah pusat terhadap prinsip keadilan dalam akses pendidikan ini diperkuat dengan kebijakan baru yang tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025. Kebijakan ini membawa pendekatan baru dalam pelaksanaan SPMB, yang menyesuaikan dengan kondisi riil di setiap daerah.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen PDM) Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto, menjelaskan, pendekatan domisili memastikan anak diterima di sekolah yang dekat tempat tinggal. Di wilayah yang tidak terjangkau, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk merancang rayonisasi agar tetap adil. “Sekolah swasta juga dilibatkan. Banyak yang kami dukung dengan subsidi, terutama untuk menampung siswa dari keluarga rentan,” kata Gogot.
Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk menetapkan cakupan wilayah domisili sesuai konteks lokal, melalui peraturan gubernur, peraturan bupati/wali kota, atau keputusan teknis lainnya, demi memastikan semua anak memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan formal.
Dalam mengimplementasikan SPMB, pemerintah daerah didorong agar menghitung daya tampung tidak hanya dari sekolah negeri, tetapi juga melibatkan sekolah swasta secara komprehensif. Pemerintah daerah diminta menyediakan skema subsidi bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang tidak tertampung di sekolah negeri, agar tetap dapat melanjutkan pendidikan di sekolah swasta.
4. SPMB harus tingkatkan angka partisipasi pendidikan
Koordinator Substansi Pendidikan, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda Kemendagri), Suharyanto, menegaskan, kebijakan baru dalam SPMB yang diatur dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, harus menjadi instrumen untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, bukan malah menciptakan gelombang baru Anak Tidak Sekolah (ATS).
Dalam mendukung pelaksanaan Permendikdasmen Nomor 3 tahun 2025 dan Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025, Kemendagri meminta agar pengawasan daerah tidak berhenti pada penganggaran, tetapi masuk hingga tahap pelaksanaan di sekolah. Program dukungan pembiayaan bagi siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, serta fasilitasi ke sekolah swasta melalui beasiswa, disiapkan dalam rencana kerja pemerintah daerah.
“Kami pastikan arahan pusat masuk dalam dokumen perencanaan daerah, agar tidak ada anak usia sekolah yang terlewat. Pengawas daerah wajib terlibat sejak perencanaan, agar tidak ada kebijakan yang meleset dari sasaran,” tambah Suharyanto.
Sementara itu, integrasi kebijakan pusat-daerah, dikawal melalui forum koordinasi tahunan agar SPMB tidak sekadar jadi sistem seleksi, tetapi juga instrumen keadilan sosial.
5. Ajakan dan upaya menciptakan SPMB bersih
Ajakan untuk mewujudkan SPMB yang berlangsung secara lancar, tertib, bersih, transparan, dan akuntabel, terus digaungkan berbagai pihak.
“Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah berharap agar pelaksanaan SPMB di seluruh satuan pendidikan bisa berjalan sesuai peraturan yang berlaku. Tidak ada lagi kecurangan, tidak ada lagi istilah jual-beli. Kita harus menerapkan prinsip adil untuk ke depannya,” tegas Wamen Fajar.
Untuk mendukung prinsip tersebut, SPMB dilengkapi sistem kontrol berlapis. Dirjen PDM menyatakan bahwa panitia SPMB di setiap sekolah wajib mengumumkan hasil seleksi secara terbuka dan digital, lengkap dengan daftar seluruh pendaftar, baik yang diterima maupun yang tidak.
“Begitu hasil diumumkan dan dikunci, sekolah tidak bisa sembarangan menerima tambahan murid. Kalau nekat, NISN (nomor induk siswa nasional) tidak akan diterbitkan,” kata Gogot.
Siswa tanpa NISN tidak akan tercatat dalam Dapodik dan beresiko tidak menerima bantuan pendidikan, tidak memiliki rapor sah, hingga tidak mendapatkan ijazah.
Di tingkat daerah, upaya mewujudkan SPMB yang adil dan transparan juga diikuti dengan inovasi pengawasan berbasis kolaborasi. Salah satu contoh datang dari Kota Semarang. Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto, memaparkan bahwa pihaknya membangun komunikasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan melalui forum “Ngopi Bareng” (Ngobrol Penting Bareng), yang mempertemukan wali kota, DPRD, Ombudsman, paguyuban kepala sekolah, hingga organisasi masyarakat sipil.
Pendekatan dialogis ini menjadi strategi untuk merespons masalah klasik, seperti kekhawatiran sekolah swasta yang kekurangan murid akibat dominasi sekolah negeri. “Pemerintah kota telah menerbitkan peraturan wali kota yang menjamin anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri tetap bisa bersekolah secara gratis di sekolah swasta,” jelas Bambang.
Saat ini, terdapat 132 sekolah swasta gratis di Semarang dan jumlahnya terus bertambah. Bahkan, untuk menjawab tantangan ke depan, Pemerintah Kota Semarang tengah merumuskan kebijakan lanjutan agar anak-anak yang tidak tertampung di sekolah gratis tetap bisa mendapatkan akses pendidikan melalui fasilitasi ke sekolah swasta lainnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.