Lhasa (ANTARA) - Cedain Lhamo, seorang konselor trauma di tempat relokasi di wilayah Dingri, merasa prihatin ketika dia melihat seorang anak perempuan menutupi telinganya dan berlari menyelamatkan diri dalam keadaan tertekan saat terjadi gempa susulan, meskipun anak perempuan itu berada di luar ruangan dan di tempat terbuka.
Pada Selasa (7/1) pagi waktu setempat, gempa bermagnitudo 6,8 mengguncang wilayah Dingri yang berada di Daerah Otonom Xizang, China barat daya, mengakibatkan 126 orang tewas dan ratusan orang lainnya luka-luka.
Anak perempuan itu, yang berlari menyelamatkan diri dengan panik, merupakan salah satu dari sekitar 40 anak dan lebih dari 200 orang dewasa yang direlokasi ke sebuah lokasi di Desa Tangren di Chamco, yang merupakan salah satu area paling terdampak parah.
"Saat kali pertama melihat anak-anak itu, mereka terlihat bingung dan seperti tidak berdaya," tutur Cedain Lhamo. Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang paling rentan dalam bencana gempa bumi, dan kesehatan mental mereka memerlukan perhatian khusus dalam upaya bantuan, ujarnya lebih lanjut.
Guna membantu anak-anak pulih dari trauma secepat mungkin, para pekerja di lokasi di Xizang mengadakan berbagai kegiatan, termasuk mendengarkan dan memberikan dukungan emosional, permainan di luar ruangan, menonton film, dan membuat patung tanah liat.
"Yang paling dibutuhkan anak-anak pada saat ini adalah seseorang yang mau mendengarkan perasaan mereka yang sebenarnya," kata konselor berusia 24 tahun itu. Untuk itulah, dia menjadi salah satu pendengar paling setia bagi anak-anak.
Anak-anak menceritakan berbagai detail terkecil dalam hidup mereka kepadanya, mulai dari bagaimana adik laki-laki mereka mengompol di tempat tidur pada malam hari hingga bagaimana mereka menikmati permen yang lezat.
Cedain Lhamo percaya berbagi seperti itu merupakan bagian penting dari pemulihan emosional dan tanda bahwa anak-anak secara bertahap kembali ke ritme kehidupan normal.
Ketika dia menghabiskan lebih banyak waktu bermain dan menggambar bersama anak-anak, dia menyadari bahwa senyum mulai muncul kembali di wajah mereka.
Lima hari pascagempa, anak-anak terlihat bermain sepak bola dan berlari-lari di tempat terbuka, bersorak dan berteriak.
"Anak-anak telah pulih dengan cepat dan kini penuh energi," kata Sogwang Dainzin, kolega Cedain Lhamo dari Pusat Layanan Pekerjaan Sosial Starlight Xizang.
"Gempa mungkin telah menghancurkan lapangan sepak bola mereka, tetapi tidak dapat menghancurkan kecintaan mereka terhadap kehidupan," imbuhnya.
Dalam beberapa hari, 224 lokasi relokasi telah didirikan di area-area yang terdampak dan menampung 47.500 orang.
Tiga panti asuhan, yang dirancang untuk memberikan konseling psikologis dan layanan lainnya, sedang dibangun di area-area terdampak gempa, menurut pihak berwenang setempat.
Sukarelawan dan para mahasiswa yang telah kembali juga dimobilisasi untuk membantu pemulihan psikologis anak-anak. Upaya-upaya ini akan terus dilakukan selama proses rekonstruksi pascabencana.