Kehidupan regeneratif untuk mewujudkan tanah dan ruang yang sehat

2 months ago 23

Jakarta (ANTARA) - Jika tanah merupakan kulit terluar planet Bumi yang rentan, maka vegetasi alami, seperti hutan, padang rumput, semak belukar, dan kebun, adalah selimut kehidupan yang melindungi kulit yang rapuh tersebut.

Tanah, sistem hidrologi di bagian bawahnya, kehidupan vegetasi di atasnya, serta iklim yang mempengaruhinya membentuk sistem lahan yang unik di setiap lokasi berbeda.

Di atas tanah (soil), manusia hidup menggunakan lahan (land) sebagai ruang (space) bersama sesamanya dan makhluk hidup lainnya. Tanah menjadi fondasi, lahan menjadi pijakan, dan ruang menjadi arena hidup dan tumbuhnya peradaban.

Hanya saja, ketika sebagian besar selimut vegetasi tersingkap dan tanah menjadi telanjang, maka degradasi lahan pun dimulai. Kulit Bumi terganggu, sehingga kehidupan di planet ini menjadi rapuh.

Laju degradasi ini bukan hanya memperburuk kualitas lingkungan, tetapi juga berdampak pada produktivitas pertanian, ketersediaan air bersih, terganggunya iklim lokal, dan bahkan lahirnya konflik sosial karena perebutan ruang hidup yang semakin terbatas.

Banjir yang baru-baru ini melanda ibu kota dan kota-kota besar lainnya menjadi alarm keras bahwa selimut Bumi telah rusak.

Air dari langit yang seharusnya tertahan terlebih dahulu oleh tajuk pepohonan, lalu mengalir perlahan melalui ranting, cabang, dan batang untuk meresap ke dalam tanah, kini langsung menggempur tanah yang telanjang tanpa peredam.

Akibatnya, air hujan menghantam tanah secara langsung, menimbulkan erosi percik, dan berlanjut menjadi erosi lembar yang mengikis lapisan atas tanah, lapisan yang paling subur.

Partikel tanah yang terbawa air mengalir ke sungai-sungai, menyebabkan pendangkalan, pencemaran, dan mengurangi umur waduk serta kapasitas tampung aliran air.

Seringkali proses ini juga menyebabkan erosi alur dan erosi parit karena aliran air yang membawa partikel tanah memahat permukaan Bumi, dengan bentuk alur-alur atau parit-parit.

Di lahan pertanian terbuka, erosi tidak hanya merusak tanah, tetapi juga menghanyutkan pupuk yang telah dibenamkan atau disebar petani. Pupuk yang sebagian besar disubsidi negara hilang sia-sia, menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak terhitung jumlahnya.

Tanah yang kehilangan hara menjadi kurang subur dan petani pun terdorong untuk menambah input pupuk anorganik berbahan kimia sintetis agar tetap bisa panen. Hal ini membuat lingkaran setan tidak berujung yang merusak keseimbangan ekosistem tanah.

Bencana menjadi lebih kompleks, ketika tanah yang telanjang justru dilapisi beton atau aspal. Dalam kondisi ini, air hujan tidak punya pilihan selain langsung menjadi limpasan permukaan. Proses banjir menjadi lebih cepat dan sering, sementara waktu surutnya melambat drastis.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |