Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri) Joko Asmoro mengaku diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus kuota haji sebagai mantan Ketua Koperasi Amphuri Bangkit Melayani.
“Cuma dimintai keterangan sebagai mantan Ketua Koperasi Amphuri,” ujar Joko di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, setelah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Selain itu, dia mengaku tidak banyak ditanya KPK terkait kasus tersebut karena dirinya tinggal di Arab Saudi.
“Jadi, tidak tahu banyak soal kondisi yang ada di tanah air. Kan sudah lama tidak jadi ketua, dan saya tinggal di Arab Saudi,” katanya.
Ketika ditanya mengenai pertemuan asosiasi biro penyelenggara haji dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait kasus tersebut, dia mengaku tidak mengenalnya.
“Saya tidak kenal dengan mantan menteri. Kan bukan era saya. Saya kan sudah era lama,” ujarnya.
Adapun berdasarkan catatan KPK, Joko Asmoro tiba pada pukul 09.52 WIB. Sementara berdasarkan laporan pewarta di lapangan, yang bersangkutan meninggalkan gedung pukul 15.06 WIB.
Baca juga: Kasus kuota haji, KPK dalami katering yang jadi temuan Pansus DPR
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Baca juga: Kasus kuota haji, KPK telusuri cara pesan akomodasi haji dari asosiasi
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
Baca juga: KPK dalami aliran uang percepatan haji saat periksa eks Bendum Amphuri
Baca juga: KPK: Ada biro haji tak terdaftar pemerintah bisa berangkatkan jemaah
Baca juga: KPK: BPK masih hitung kerugian keuangan negara pada kasus kuota haji
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.