IRA luncurkan tanda pengenal bagi penyandang disabilitas tak nampak

1 day ago 12

Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Reumatologi Indonesia (Indonesian Rheumatology Association/IRA) meluncurkan tanda pengenal atau simbol lanyard disabilitas tak tampak sebagai alat bantu identifikasi sukarela yang bertujuan mempermudah akses dan perlakuan manusiawi terhadap penyintas di ruang publik.

Ketua Pengurus Pusat IRA dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R menyoroti pentingnya inklusivitas bagi penyandang disabilitas tak tampak yakni keterbatasan fungsional pada fisik, mental, atau saraf yang tidak terlihat secara kasat mata namun berdampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari.

"Disabilitas tak tampak adalah nyata. Kami bersama menyadari dan mengakui bahwa keterbatasan fungsional yang tidak tampak secara fisik, seperti pada penyintas lupus dan autoimun sistemik lainnya, harus dihormati dan diperjuangkan haknya," kata Rudy saat acara peluncuran di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Universitas di RI dan Jepang kerja sama pendidikan disabilitas

Dia menekankan pentingnya tanda identifikasi bagi penyintas disabilitas tak nampak karena seringkali mereka tidak mendapatkan perlakuan khusus saat di ruang publik maupun transportasi umum karena dari penampilan fisik seolah baik-baik saja.

"Mereka terlihat baik-baik saja, bahkan ada yang masih aktif bekerja, tapi ada kalanya ketika kondisi mereka turun atau drop dan itu bisa terjadi kapan saja yang seringkali membuat mereka ada dalam kondisi tidak tampak ada disabilitas," ujar Rudy.

Dia berharap, lanyard atau alat bantu identifikasi tersebut dapat dikenali dan dihormati oleh masyarakat luas, termasuk penyedia layanan transportasi dan fasilitas publik. Hal itu guna menciptakan layanan publik yang ramah penyandang disabilitas tak nampak.

Selain itu, pada kesempatan yang sama, IRA menyatakan dukungan dimasukkannya istilah "disabilitas tak tampak" ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai langkah awal pengakuan yang kuat secara sosial maupun budaya terhadap para penyintas.

IRA juga menekankan pentingnya edukasi dan advokasi agar para penyandang disabilitas tak tampak dapat memperoleh peningkatan kualitas hidup melalui pemenuhan haknya.

Baca juga: YAI: Stigma penyandang autisime membuat peluang kerja rendah

Baca juga: Kemenkes perkirakan ada 1,7 persen penyandang lupus di Indonesia

Baca juga: Dokter: Tes ANA tak perlu diulang jika diagnosis lupus sudah tegak

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |