Jakarta (ANTARA) - Di tengah tantangan global yang terus berkembang mulai dari gejolak geopolitik hingga dampak perubahan iklim yang semakin tidak menentu, pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Langkah-langkah konkret terus dilakukan untuk memastikan stok pangan mencukupi dan ketersediaannya merata hingga ke seluruh penjuru negeri. Target jangka panjangnya pun jelas, menuju swasembada pangan secara mandiri dan berkelanjutan.
Pemerintah optimistis produksi pangan utama seperti beras, jagung, dan daging akan mengalami surplus pada akhir tahun 2025. Optimisme ini bukan tanpa dasar, melainkan berdasarkan data dan tren produksi yang menunjukkan peningkatan signifikan sepanjang tahun 2025.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 4 Mei 2025, stok beras nasional mengalami lonjakan yang signifikan, dari 8,4 juta ton di awal tahun menjadi 14,8 juta ton pada akhir Mei 2025.
Kenaikan serupa juga terlihat pada komoditas jagung yang meningkat dari 3,5 juta ton menjadi 5,8 juta ton. Untuk daging ayam, stok melonjak dari 83 ribu ton menjadi 548 ribu ton, sementara daging ruminansia (sapi/kerbau naik dari 65 ribu ton menjadi 114 ribu ton.
Lebih lanjut, diproyeksikan hingga akhir 2025 total ketersediaan beras nasional mencapai 41,2 juta ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi domestik hanya sebesar 30,9 juta ton, sehingga terdapat potensi surplus sebanyak 10,2 juta ton.
Komoditas jagung pun menunjukkan tren serupa, dengan produksi mencapai 20,4 juta ton dan konsumsi nasional sebesar 14,8 juta ton, menghasilkan surplus 5,6 juta ton.
Untuk protein hewani, produksi daging ayam diproyeksikan mencapai 4,3 juta ton, sementara kebutuhan nasional hanya 3,8 juta ton, sehingga menciptakan surplus sebesar 469 ribu ton.
Sedangkan produksi daging ruminansia diperkirakan mencapai 1,1 juta ton, dengan konsumsi sebesar 766 ribu ton, sehingga menyisakan surplus sebanyak 345 ribu ton.
Surplus ini menjadi fondasi penting bagi stabilitas negara dalam menjaga ketahanan pangan.
Bagi masyarakat, capaian ini bukan hanya sekadar angka dalam laporan statistik, tetapi menjadi simbol kehadiran negara dalam memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi, terutama saat banyak negara lain tengah menghadapi krisis pangan akibat lonjakan harga dan gangguan cuaca ekstrem.
Dalam Sidang Kabinet Paripurna yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan pangan nasional yang dijalankan selama ini telah menunjukkan hasil yang nyata.
Bahkan, sejumlah pemimpin dunia mulai mengakui keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas pangan di tengah berbagai tekanan global. Menurut Presiden, apresiasi internasional ini tidak lepas dari kerja keras dan sinergi seluruh elemen bangsa dalam membangun sistem pangan yang tangguh.
Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa surplus produksi tidak serta-merta menyelesaikan seluruh tantangan pangan. Distribusi yang merata ke seluruh wilayah Indonesia masih menjadi perhatian. Selain itu, ancaman cuaca ekstrem akibat perubahan iklim tetap menjadi faktor risiko yang dapat memengaruhi hasil panen di berbagai daerah.
Langkah strategis
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, pemerintah meluncurkan sejumlah strategi terpadu. Salah satu langkah penting adalah perluasan lahan tanam baru seluas minimal 1,6 juta hektare di berbagai wilayah strategis.
Upaya ini dibarengi dengan penyediaan pupuk bersubsidi sebesar 9,5 juta ton yang didukung anggaran hingga Rp44,16 triliun. Ketersediaan lahan produktif dan dukungan pupuk yang memadai menjadi bukti bahwa kebijakan pertanian pemerintah dijalankan secara konkret, bukan sekadar wacana.
Selain itu, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp10 triliun untuk pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Bantuan ini mencakup traktor roda empat dan roda dua, mesin penanam dan pemanen padi, serta pompa air untuk mempercepat proses tanam dan panen. Dengan modernisasi alat pertanian ini, efisiensi kerja petani pun diharapkan meningkat sekaligus mitigasi cuaca ekstrem.
Dari sisi kesejahteraan petani, pemerintah juga mengambil langkah signifikan melalui penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas No. 14/2025 yang ditetapkan pada 24 Januari 2025, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dinaikkan dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per kilogram dan meniadakan rafaksi harga.
Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga semangat petani untuk terus berproduksi demi mendukung target swasembada pangan.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Makmur di Kabupaten Serang, Banten, Kodiman, menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut. Ia mengungkapkan bahwa hasil panen kelompoknya meningkat hingga 36 persen.
"Alhamdulillah, pupuk lancar, harga gabah stabil, dan irigasi berfungsi dengan baik," tuturnya.
Di sektor peternakan, pemerintah juga memperkuat dukungan melalui tambahan anggaran sebesar Rp2,1 triliun.
Dana ini dialokasikan untuk bantuan pembibitan ternak, penyediaan pakan berkualitas, dan program vaksinasi untuk mencegah penyebaran penyakit hewan. Langkah ini penting guna menjaga keberlanjutan produksi protein hewani dalam negeri.
Ketahanan pangan
Menurut Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, kebijakan pangan yang dijalankan pemerintah tidak hanya berfokus pada ketersediaan stok, tetapi juga menyasar penguatan sistem pangan dari hulu ke hilir.
Ia menegaskan, tiga pilar utama yang harus dijaga adalah ketersediaan (availability), keterjangkauan (affordability), dan aksesibilitas (accessibility). Ketiganya merupakan syarat menuju ketahanan dan kedaulatan pangan.
Berbagai langkah ini mencerminkan keseriusan negara dalam melindungi rakyat dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Dengan langkah-langkah strategis yang telah dan terus dijalankan, Indonesia kini melangkah dengan mantap menuju masa depan yang mandiri, kuat, dan berdaulat dalam mengelola sumber daya pangannya sendiri.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025