ILO sanksi Myanmar atas kerja paksa, junta tuding "bermotif politik"

4 hours ago 3

Istanbul (ANTARA) - Junta Myanmar, Sabtu, mengkritik resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disahkan terhadapnya karena kerja paksa dan pelanggaran praktik ketenagakerjaan lainnya, dengan menyebut keputusan tersebut "bermotif politik."

"Keputusan bermotif politik" itu dinilai tidak akan memiliki "dampak" pada pengusaha, pekerja dan bisnis di Myanmar, kata Kementerian Tenaga Kerja junta dalam sebuah pernyataan.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), badan khusus PBB, menerapkan Pasal 33 untuk ketiga kalinya dalam sejarah pada Kamis (5/6), selama Sidang ke-113 di Jenewa.

Menurut Konfederasi Serikat Buruh Internasional-Asia Pasifik (ITUC-AP), pasal tersebut pertama kali diterapkan pada 2000 untuk Myanmar dan sekali lagi pada 2023 untuk Belarus.

Resolusi tersebut mendesak para konstituen untuk "mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan bahwa hubungan tersebut sama sekali tidak memungkinkan, memfasilitasi, atau memperpanjang pelanggaran hak-hak pekerja sehubungan dengan kebebasan berserikat dan kerja paksa" dalam interaksi apa pun yang mungkin mereka lalukan dengan otoritas militer Myanmar.

Para konstituen yang dimaksud dalam resolusi tersebut adalah pemerintah, pengusaha dan pekerja di Myanmar.

Baca juga: Pemimpin ASEAN dorong Myanmar selesaikan krisis lewat dialog nasional

Resolusi tersebut juga mengatakan bahwa hubungan apa pun yang dapat berkontribusi atau memungkinkan berlanjutnya bahaya atau kekerasan yang sedang berlangsung atau tindakan penindasan dan intimidasi terhadap pekerja dan pengusaha secara damai menjalankan hak-hak fundamental mereka harus ditinjau secara komprehensif.

“… dukungan atau penyediaan peralatan atau sarana militer, termasuk bahan bakar jet, atau aliran dana bebas ke otoritas militer, harus ditinjau secara komprehensif dengan tujuan untuk menonaktifkan semua cara yang telah mendukung atau memberdayakan berlanjutnya pelanggaran berat yang disebutkan di atas,” lanjut resolusi tersebut.

ILO juga mendesak badan-badan terkait untuk melaporkan setiap kegiatan "yang mungkin ditemukan dalam pekerjaan mereka yang berdampak secara langsung atau tidak langsung memungkinkan atau mendukung praktik kerja paksa atau kerja wajib atau pelanggaran kebebasan berserikat di negara tersebut."

Sementara itu, National Unity Government (NUG), pemerintah Myanmar di pengasingan, mengeluarkan pernyataan yang menyambut baik resolusi tersebut pada hari yang sama saat resolusi tersebut diberlakukan.

"Keputusan ILO ini merupakan kemenangan bagi rakyat Myanmar, yang diraih melalui ketahanan selama bertahun-tahun terhadap peluru militer, berbagai bentuk penindasan, kekerasan seksual terhadap perempuan, dan serangan udara yang menargetkan warga sipil dan sekolah," menurut pernyataan NUG itu.

Pernyataan NUG itu juga mengatakan bahwa keputusan ILO itu mengungkap aksi teroris junta militer kepada dunia.

Sumber: Anadolu

Baca juga: APHR nilai pernyataan ASEAN tentang Myanmar gagal bahas akuntabilitas

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |