IDI rekomendasikan tata kelola PPDS respons kasus di RS Hasan Sadikin

1 month ago 15
Nah, SOP-SOP itu bagaimana periksa lab, bagaimana bius, bagaimana ini itu, itu harus ada

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto memberikan sejumlah rekomendasi untuk tata kelola Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), menyusul kasus kekerasan seksual di RS Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan seorang dokter residen.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, Slamet menyebutkan pengawasan PPDS harus ditingkatkan, terutama oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai yang berwenang atas RS vertikal.

Hal ini, katanya, juga untuk mencegah kasus, seperti perundungan berujung maut yang terjadi di lingkungan RSUP Kariadi Semarang pada 2024.

Baca juga: Ahli: Perlu pemantauan kejiwaan peserta PPDS secara berkelanjutan

"Yang kedua adalah dicari akar masalahnya, apakah memang peristiwa itu adalah murni kriminal atau ada alasan lain. Misalnya jam kerja atau jam pendidikan yang panjang," ujarnya.

Pihaknya selalu menyampaikan untuk membatasi waktu kerja atau pendidikan residen maksimal 40-50 jam per minggunya.

Yang ketiga, katanya, adalah membuat Standar Prosedur Operasional (SOP) yang jelas, contohnya dokter tidak boleh memeriksa sendirian dan harus didampingi perawat.

"Nah, SOP-SOP itu bagaimana periksa lab, bagaimana bius, bagaimana ini itu, itu harus ada," ujarnya.

Baca juga: Unpad keluarkan dokter PPDS yang lakukan kekerasan seksual di RSHS

Dia menyebutkan IDI tidak mentolerir tindakan kriminal tersebut, yang dilakukan oleh tersangka PAP yang merupakan peserta didik PPDS Universitas Padjajaran (Unpad) Program Studi Anestesiologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Sebelumnya Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu, mengatakan kasus tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.

Hendra menjelaskan tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Peristiwa tersebut, katanya, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.

Baca juga: Dokter PPDS Unpad pelaku pemerkosaan diduga alami kelainan seksual

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |