Jakarta (ANTARA) - Memberikan sesajen kepada arwah leluhur adalah tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun di berbagai budaya, termasuk di Indonesia, terutama dalam masyarakat Jawa. Praktik ini memiliki makna spiritual dan budaya yang mendalam bagi para penganutnya, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah tiada.
Namun, dalam ajaran Islam, tradisi sesajen menjadi topik yang menimbulkan berbagai pandangan di kalangan ulama dan masyarakat Muslim. Perbedaan pendapat ini memunculkan diskusi tentang kesesuaian praktik tersebut dengan ajaran Islam. Lalu, bagaimana Islam sebenarnya memandang tradisi sesajen ini?
Baca juga: Pakar: Kasus tendang sesajen di Semeru bisa diselesaikan kekeluargaan
Hukum memberikan sesajen untuk arwah leluhur
Menurut ajaran Islam, segala bentuk ibadah dan persembahan seharusnya ditujukan hanya kepada Allah SWT. Al-Qur'an menegaskan dalam Surah Al-An'am ayat 162, yang berbunyi:
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
"Qul inna shalâtî wa nusukî wa maḫyâya wa mamâtî lillâhi rabbil-‘âlamîn"
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Oleh karena itu, praktik pemberian sesajen kepada arwah leluhur dapat dianggap bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam.
Beberapa ulama menyatakan bahwa meskipun niatnya adalah untuk menghormati leluhur, tindakan tersebut dapat mengarah pada syirik atau mempersekutukan Allah, yang merupakan dosa besar dalam Islam.
Baca juga: Ada kopi di persembahan canang Bali, apa artinya?
Sebagai alternatif, Islam menganjurkan umatnya untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal, bersedekah atas nama mereka, atau melakukan amal kebaikan lainnya yang pahalanya dapat disampaikan kepada arwah mereka.
Namun, di beberapa komunitas Muslim, tradisi lokal seperti pemberian sesajen masih dilakukan sebagai bagian dari adat istiadat. Hal ini sering menimbulkan perdebatan antara mempertahankan warisan budaya dan menjalankan ajaran agama secara murni.
Para ulama dan tokoh masyarakat terus berupaya memberikan pemahaman kepada umat tentang pentingnya menjaga kemurnian akidah sambil tetap menghormati budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Hukum memberi sesajen kepada arwah leluhur, dalam pandangan mayoritas ulama, jelas tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Meskipun begitu, tantangan untuk mengubah budaya lokal yang telah lama berlangsung memerlukan pendekatan edukatif dan dialog yang konstruktif.
Dengan penegasan ulang ajaran tauhid, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam memadukan tradisi dengan nilai-nilai keimanan yang murni. Tujuannya adalah memastikan bahwa praktik-praktik budaya yang dijalankan tidak menyimpang dari ajaran Islam dan tetap menghormati nilai-nilai luhur yang ada dalam tradisi setempat.
Baca juga: Terdakwa penendang sesajen di Gunung Semeru divonis 10 bulan penjara
Baca juga: Kejari Denpasar pulihkan kerugian Rp1,022 miliar dari korupsi sesajen
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025