Jakarta (ANTARA) - Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang pantas dibanggakan. UMKM menyumbang sekitar 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menyerap 97 persen tenaga kerja nasional, setara 117 juta orang, dan pada 2023 tercatat ada sekitar 66 juta unit usaha UMKM.
Namun di balik angka impresif ini, tantangan serius membayangi. Pertumbuhan ekonomi belum terasa merata, daya beli rumah tangga menengah ke bawah melemah, dan ketergantungan pada kredit tradisional membuat korporasi besar lebih diuntungkan dibanding UMKM produktif.
Kondisi global memperberat situasi. Harga pangan melonjak akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik, sementara inflasi serta suku bunga tinggi menekan konsumsi.
Pertanyaan strategis pun muncul. Bagaimana memastikan stimulus likuiditas pemerintah benar-benar menggerakkan ekonomi riil, bukan hanya berputar di perbankan atau konglomerasi?
Jawabannya ada pada transformasi besar: pergeseran model dari kredit ke kepemilikan, dengan strategi investasi langsung di sektor pangan, agro-industri, logistik, dan energi terbarukan.
INA Pangan
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki pengalaman lewat INA (Indonesia Investment Authority) yang mengelola aset negara secara profesional. Model serupa bisa diperluas melalui entitas investasi khusus pangan, sebut saja INA Pangan.
Fondasi utama lembaga ini adalah meritokrasi murni: jajaran manajemennya wajib diisi oleh praktisi bisnis andal dan dewan pengawasnya oleh akademisi bereputasi yang dipilih melalui proses transparan dan independen.
Itulah model tata kelola kelas dunia ala Temasek Holdings yang harus ditiru, memastikan INA Pangan bebas dari intervensi politik.
Bedanya, mandat INA Pangan lebih fokus. Tidak sekadar menstabilkan harga pangan, melainkan berinvestasi di perusahaan inklusif dan padat karya. Dana dari bank-bank Himbara, sebagian dari alokasi Rp200 triliun likuiditas, dapat diarahkan ke skema penyertaan modal ekuitas, bukan hanya kredit berbunga.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.