Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung ditingkatkannya status Direktorat Pesantren menjadi Direktorat Jendral (Ditjen) Pesantren agar pemerintah bisa memberi perhatian lebih bagi pesantren sebagai lembaga pendidikan formal khas Indonesia dan banyak berjasa bagi Indonesia.
"Sejak lama saya mendorong agar antara lain untuk keperluan di atas penting dibentuk Ditjen Pesantren sehingga lebih banyak lagi bantuan, program, dan pendampingan terhadap Pesantren di Indonesia yang sebagiannya sudah berusia tua,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan Hidayat pada kegiatan Ngobrol Pendidikan Islam (NGOPI) bersama Pesantren Al Qalam Jakarta. Pernyataan itu juga sebagai tanggapan atas peristiwa robohnya bangunan masjid di Pesantren Al Khoziny yang mengakibatkan wafatnya 67 santri.
Ia mengatakan pemerintah perlu mengoptimalkan dana abadi pesantren agar dapat dipergunakan untuk program renovasi dan rehabilitasi bangunan pesantren, di tengah rencana pemerintah menggunakan APBN untuk merenovasi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo dan audit kelayakan bangunan di berbagai Ponpes lainnya.
HNW menekankan musibah yang terjadi pada santri Al Khoziny, selain perlu menjadi bahan evaluasi, bisa dijadikan momentum penguatan hadirnya Negara terhadap institusi Pesantren melalui pembentukan Ditjen Pesantren pada Kementerian Agama.
“Pesantren merupakan institusi bersejarah yang berjasa bagi perjuangan bangsa dan berperan besar membantu negara melaksanakan kewajiban konstitusionalnya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu pada prinsipnya dan sesuai dengan konstitusi, Pemerintah harusnya memberikan dukungan, baik melalui regulasi, pendampingan, bantuan via APBN atau manfaat Dana Abadi Pesantren yang juga bersumber dari APBN," ujarnya.
Baca juga: Menag: Keamanan pesantren dan rumah ibadah jadi prioritas nasional
HWN menjelaskan selama ini APBN memang sudah digunakan untuk pembangunan ruang kelas baru ataupun rehabilitasi di lingkungan lembaga pendidikan umum maupun keagamaan seperti madrasah dan pesantren, baik melalui program Kementerian Pendidikan, kementerian Agama maupun Kementerian PU.
Namun, menurut dia, anggaran yang disalurkan untuk madrasah, apalagi pesantren belum adil dan belum sebanding dengan jumlah pesantren yang ada, sehingga dibutuhkan dukungan anggaran lain seperti berasal dari Dana Abadi Pesantren.
“Sayangnya hingga saat ini pesantren belum benar-benar merasakan manfaat dari Dana Abadi Pesantren tersebut karena program yang disalurkan baru berbentuk beasiswa, dengan alokasi dana yang juga jauh dari optimal dan proporsional,” terangnya.
Sementara aspirasi yang disampaikan para santri dan ustadz/ah, di antaranya agar manfaat dari dana abadi pendidikan termasuk dana abadi pesantren bisa lebih besar, sehingga semakin banyak peluang beasiswa untuk generasi muda melanjutkan di berbagai bidang studi yang lebih tinggi.
Anggota DPR RI ini saat ini Dana Abadi Pesantren masih digabung dengan Dana Abadi Pendidikan dengan dikelola LPDP. Dari perolehan imbal hasil LPDP Rp9,3 triliun pada tahun 2023 misalnya, alokasi untuk Pesantren hanya Rp250 miliar. Padahal, jumlah santri pesantren sekitar lima juta santri atau setara dengan sekitar sembilan persen siswa nasional yang mencapai 52 juta siswa.
“Sehingga sudah selayaknya alokasi manfaat Dana Abadi Pesantren mengikuti proporsi jumlah santri dengan siswa tersebut, yakni bisa disalurkan sekitar Rp900 miliar untuk pesantren. Dan pada nominal tersebut sudah sewajarnya selain dikerjakan oleh lembaga selevel Direktorat Jenderal yakni Ditjen Pesantren, tidak hanya direktur saja, juga agar peruntukannya mencakup beasiswa dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan rasa aman Santri,” ujar Hidayat.
Maka dirinya mendorong selain program beasiswa untuk jurusan keagamaan, juga bisa diberikan beasiswa bagi setiap pesantren untuk jurusan umum, seperti kedokteran, ekonomi, termasuk arsitek dan teknik sipil.
Baca juga: Wamenag harap izin prakarsa Ditjen Pesantren terbit sebelum 22 Oktober
Sehingga setelah lulus dari pesantren, para santri bisa berkontribusi kembali ke pesantren dan berkontribusi sesuai bidang keilmuan yang dimiliki, untuk memastikan kesehatan dan keselamatan bangunan beserta seluruh santri di dalamnya, agar tidak terulang lagi kasus robohnya bangunan pesantren.
Oleh karena itu, kata HWN, negara juga harus hadir meningkatkan profesionalitas, keahlian dan keterampilan santri dan alumni pesantren, baik dalam ilmu-ilmu agama maupun umum, agar para alumni pesantren bisa berkontribusi membangun gedung-gedung di pesantren yang memenuhi standar, dan mengembangkan pesantren sesuai dengan standar mutu dan kelayakan yang berlaku.
“Sehingga tidak terjadi lagi misalnya pembangunan gedung yang tidak sesuai spesifikasi, dengan adanya alumni pesantren yang melalui beasiswa Dana Abadi Pesantren telah menjadi ahli di bidang teknik sipil, arsitek, ahli gizi, dokter dan lain-lain, yang dengan keberadaan mereka di pesantren bisa turut memastikan keamanan bangunan gedung/masjid, dan tidak terulangnya tragedi yang korbannya dari puluhan Santri itu,” kata Hidayat.
Baca juga: Pemerintah dampingi pesantren ciptakan bangunan yang aman dan nyaman
Baca juga: Istana: Pemerintah kaji skema APBN bangun pondok pesantren
Baca juga: Komisi X sebut revisi UU Sisdiknas perkuat posisi pesantren
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.