Banyumas (ANTARA) - Perempuan berusia 48 tahun itu bukan pejabat tinggi, bukan pula tenaga medis, namun peran yang dia emban sebagai Kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadikannya ujung tombak pelayanan informasi dan edukasi kesehatan bagi warga di Kecamatan Lumbir, Banyumas, Jateng.
Meskipun tak muda lagi, semangat perempuan bernama Evi Lismawati itu kerap melampaui usia.
Evi sejatinya adalah seorang Kepala Urusan Perencanaan di Pemerintah Desa Lumbir, Kecamatan Lumbir. Namun di kalangan warga, namanya lebih lekat sebagai “Bu Evi BPJS”.
Sebutan itu muncul karena sejak September 2018, dia menjadi Kader JKN setelah mengajukan diri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan disetujui sepanjang mendapatkan izin dari Kepala Desa Lumbir selaku atasannya. Bahkan, dia merupakan Kader JKN satu-satunya untuk Kecamatan Lumbir yang membina 10 desa di wilayah itu.
Bukan untuk mengajar, bukan pula untuk mengampanyekan politik. Tujuannya sederhana, namun begitu vital: memastikan warga memahami pentingnya membayar iuran BPJS Kesehatan, agar kartu mereka tetap aktif saat dibutuhkan
"Yang mendasari itu cuma satu, saya kepengin membantu orang lain. Karena saya yakin, kalau saya membantu, Allah juga akan bantu saya," kata Evi.
Baca juga: Menkes tegaskan data PBI JKN yang valid hanya bersumber dari DTSEN
Di tengah kompleksitas sistem layanan kesehatan dan berbagai keterbatasan akses informasi di tingkat desa, dia hadir sebagai jembatan antara masyarakat dan BPJS Kesehatan.
Salah satu tugas penting yang dia tangani adalah mendampingi warga yang status kepesertaan BPJS Kesehatannya dinonaktifkan – sebuah situasi yang seringkali baru disadari warga ketika hendak berobat.
Biasanya mereka baru tahu statusnya nonaktif saat sedang berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Kaget, bingung, dan panik, apalagi bagi mereka yang harus kontrol rutin tiap bulan.
Saat ini, dia membina 846 kepala keluarga peserta JKN mandiri di seluruh wilayah Kecamatan Lumbir. Dia bukan pegawai BPJS Kesehatan dan statusnya hanya mitra, namun tanggung jawabnya jauh dari kata "sekadar".
Tugas Kader JKN memang tidak sederhana karena harus mendatangi rumah ke rumah, menyampaikan informasi jumlah tunggakan yang valid, membantu peserta mengecek status kepesertaan, hingga mengarahkan ke kanal pembayaran seperti kantor pos atau minimarket. Semua itu dilakukan tanpa gaji tetap, tanpa insentif besar.
Kendati demikian, tugas sebagai kader JKN bukan perkara mudah. Tak jarang Evi harus menghadapi sikap sinis hingga penolakan dari warga yang belum mengenalnya.
Namun dia memahami, warga belum semua mengenal sistem. Apalagi sebagian desa berada di wilayah perbukitan, jauh dari pusat kecamatan, jauh pula dari jangkauan edukasi.
“Ada yang bilang, ‘Bu, pergi aja lah. Saya sehat, gak butuh BPJS.’ Ada juga yang langsung lapor ke aparat desa, nanya, ini siapa datang-datang minta iuran. Pernah juga saya dimintai surat tugas, difoto, dicek KTP,” ungkapnya.
Baca juga: Masyarakat miskin tercoret PBI JKN bisa ajukan reaktivasi
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.