Elpiji tiga kilogram dan keadilan energi

2 hours ago 3

Mataram (ANTARA) - Pagi masih basah oleh embun ketika Syahiri, warga Gebang, Mataram, Nusa Tenggara Barat melangkah tergesa ke pangkalan gas di dekat rumahnya. Dua hari berturut-turut ia pulang dengan tabung kosong.

Harapan sederhana agar bisa menyalakan kompor untuk sarapan keluarga, berulang kali pupus di hadapan antrean yang kian panjang.

Cerita Syahiri adalah potret banyak warga lain dari lorong-lorong Kota Mataram hingga pelosok Lombok Timur, yang dalam sepekan terakhir harus berjibaku mencari tabung gas tiga kilogram.

Fenomena ini bukan hal baru. Setiap momentum tertentu seperti Maulid Nabi, hajatan, atau liburan panjang, kelangkaan elpiji subsidi itu kerap muncul bagai ritual tahunan.

Tabung berwarna hijau itu bukan sekadar energi rumah tangga, melainkan denyut kehidupan keluarga kecil, pedagang gorengan di pinggir jalan, hingga warung nasi dengan margin tipis. Kehilangan akses gas berarti terhentinya roda usaha dan terganggunya keseharian.

Akar masalah

Di balik kerumunan antrean, sesungguhnya barang tersedia. Kepala Bidang Bapokting Dinas Perdagangan Kota Mataram Sri Wahyunida menggambarkan situasi ini sebagai lonjakan permintaan musiman.

Ia menyebut Maulid Nabi serta kembalinya mahasiswa dari liburan semester sebagai pemicu konsumsi di luar pola normal. Dinas pun mengajukan tambahan 21,3 metrik ton atau setara sekitar 7.000 tabung ke Pertamina.

Secara teori, distribusi elpiji subsidi mengikuti jalur baku yakni dari Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) menuju agen, lalu ke pangkalan resmi sebelum akhirnya tiba di tangan konsumen.

Namun dalam praktiknya, selalu ada celah. Sebagian tabung tak berakhir di dapur rumah tangga miskin, melainkan menyasar pengecer dengan harga di atas HET, bahkan merembes ke restoran besar atau industri kecil yang seharusnya menggunakan tabung nonsubsidi.

Di Lombok Timur, pejabat Dinas Perdagangan Saipul Wathon mengakui bahwa konsumsi meningkat tajam selama Maulid. Jika biasanya satu tabung cukup, kali ini banyak rumah tangga menggunakan dua hingga tiga tabung. Dengan pola konsumsi semacam ini, pasokan normal terasa tidak pernah cukup.

Ketika isu kelangkaan merebak, berbagai spekulasi pun muncul. Salah satunya mengaitkan dengan program makan bergizi gratis (MBG). Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menegaskan bahwa kelangkaan ini murni akibat lonjakan permintaan musiman, sama seperti kasus yang sempat terjadi di Sumbawa bulan lalu.

Pertamina Patra Niaga, melalui Area Manager Jatimbalinus Ahad Rahedi, memastikan stok sebenarnya aman. Ia menjelaskan bahwa tambahan pasokan fakultatif sudah dilakukan pada periode Maulid dan masyarakat diminta membeli langsung di pangkalan resmi agar memperoleh harga sesuai HET Rp18 ribu per tabung.

Baca juga: Disdag Kota Mataram pastikan LPG 3 kilogram tersedia di pangkalan

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |