Nanchang (ANTARA) - Tiga belas tahun lalu, Simone Haak, seorang seniman keramik asal Belanda, mengira Jingdezhen hanya akan menjadi salah satu tempat persinggahan dalam perjalanan seninya, tetapi setelah 20 kunjungan kemudian, ibu kota porselen China itu telah menjadi rumah kedua baginya.
Musim gugur tahun ini, Haak kembali ke kota yang berada di Provinsi Jiangxi, China timur, itu untuk menghadiri pameran seni internasional di Taoxichuan, sebuah kompleks warisan industri yang terlahir kembali sebagai pusat (hub) kreatif.
Acara yang diselenggarakan pada 17 hingga 19 Oktober itu menampilkan 450 stan seniman mancanegara, yang banyak di antaranya, seperti Haak, merupakan peserta yang sudah beberapa kali berpartisipasi.
Haak tidak datang sendirian. Dia membawa beberapa kelompok seniman ke Jingdezhen, kota yang dia gambarkan sebagai perpaduan langka antara tradisi dan modernitas, dan salah satu dari sedikit tempat di mana "para seniman dapat menemukan semua yang diinginkan" berkat industri pembuatan porselen yang terintegrasi penuh.
Jingdezhen, yang berpopulasi sekitar 1,6 juta jiwa, memiliki sejarah keramik lebih dari dua milenium. Selama berabad-abad, porselen China yang paling didambakan berasal dari kota ini, dibentuk dari tanah liat, dibakar di tungku-tungku pembakarannya yang terkenal, dan disebarkan ke seluruh dunia.
Nama kota tersebut pun menjadi identik dengan porselen itu sendiri. Tahun ini, perjalanan Haak dipermudah dengan sesuatu yang baru: kebijakan bebas visa.
Dalam beberapa tahun terakhir, China terus memperluas kebijakan perjalanan bebas visa. Wisatawan dari 76 negara kini dapat menikmati manfaat dari kebijakan bebas visa unilateral maupun mutual, sementara warga negara dari 55 negara dapat mengunjungi China tanpa visa untuk transit hingga 10 hari, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke destinasi ketiga.
Kebijakan ini memudahkan para seniman untuk mengunjungi Jingdezhen. Bagi Hyehyeon Kwon, seorang seniman dari Korea Selatan, kota itu sendiri merupakan sumber inspirasi.
"Saya merasa seperti melangkah ke surga keramik," ujarnya. "Elemen-elemen keramik bisa dilihat di mana-mana, bahkan lampu jalanan pun terbuat dari porselen, dan banyak dinding dihiasi pecahan keramik."
"Banyak keluarga lokal yang terhubung dengan keramik dalam beragam cara, dan di sini, Anda bisa mendapatkan pemahaman yang benar-benar komprehensif tentang kerajinan ini," tutur Lim Sang Choon dari Singapura.
Dalam sembilan bulan pertama 2025, Jingdezhen mencatat 124.700 perjalanan inbound wisatawan mancanegara (wisman), meningkat 36,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pendapatan pariwisata inbound mencapai 73,61 juta yuan (1 yuan = Rp2.328) atau sekitar 10,3 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.590), naik 44,16 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menurut biro kebudayaan dan pariwisata kota itu.
Agar wisman merasa seperti di rumah sendiri, kota tersebut telah menerapkan serangkaian kebijakan guna memperlancar perjalanan mereka, kata Wang Yao, wakil direktur biro tersebut.
Sebuah program mini multibahasa kini menyediakan layanan navigasi, tiket, dan pemesanan. Pembayaran kartu luar negeri dapat diterima di 917 toko, pendaftaran hotel disederhanakan, dan tujuh gerai pengembalian dana pajak beroperasi di kota ini, imbuh Wang.
Zhang Bei, manajer produk di Jingdezhen Taoxichuan International Travel Service Co., Ltd., mengatakan sebagian besar pengunjung inbound berasal dari Australia, Amerika, dan Eropa, dengan wisatawan asal Australia dan Prancis menjadi kelompok terbesar.
Dia juga mengamati pergeseran yang jelas dalam preferensi mereka. "Dibandingkan dengan wisata rekreasi konvensional, para wisman semakin tertarik ke kota-kota kecil dan mencari pengalaman budaya yang lebih mendalam," ujar Zhang.
Salah satu kegiatan yang paling populer adalah pembuatan "keramik ujung jari", di mana pengunjung membuat karya porselen kecil, yang berukuran tidak lebih besar dari kuku, kemudian mengecatnya, dan membawanya pulang sebagai cendera mata.
"Mereka penasaran dengan alasan di balik teknik tertentu, sejarah kerajinan, dan warisan budaya," kata Zhang.
Bagi Haak, Jingdezhen lebih dari sekadar tujuan. Kota ini merupakan pusat kreatif, jembatan budaya, dan tempat terjalinnya persahabatan abadi.
Ketika ditanya apakah dia akan merekomendasikan China kepada orang lain, dia tertawa. "Saya selalu merekomendasikannya. Saya bilang, sangat berbahaya pergi ke China karena sekali ke sana, Anda akan ketagihan dan ingin kembali lagi ke sana," ujarnya.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.