Jakarta (ANTARA) - Tibalah kita pada halaman-halaman akhir kisah 2025. Kalender yang menipis menggambarkan banyaknya waktu yang terkikis, sekaligus menjadi tanda tahun baru 2026 telah menanti di beranda.
Namun, tidaklah bijak bila menyambut tahun baru tanpa persiapan dan terburu-buru.
Oleh karenanya, melalui gelaran ANTARA Business Forum (ABF) 2025, terangkum tantangan hingga peluang yang bisa menjadi bekal untuk menyambut warsa anyar.
Sebagaimana yang diharapkan oleh Direktur Utama Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (ANTARA) Akhmad Munir, ABF 2025 menjadi wadah meleburnya pemikiran akademisi hingga pembuat kebijakan.
Peleburan pemikiran itu bermuara pada satu tujuan, yakni pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Daya beli, investasi, dan lapangan kerja formal
Dalam forum ABF 2025 ini, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menyebutkan tiga tantangan ekonomi yang menanti untuk diatasi.
Ketiga tantangan itu meliputi penurunan daya beli masyarakat, perlunya peningkatan penciptaan lapangan kerja di sektor formal, serta investasi yang tidak efisien. Tiga tantangan itu terhubung oleh seutas benang merah.
Riefky berpandangan penurunan daya beli masyarakat disebabkan oleh tidak imbangnya rata-rata upah masyarakat dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan nilai pasar keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun).
Pada 2008–2016, pertumbuhan rata-rata upah masyarakat sebesar 6,3 persen, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB sebesar 5,6 persen.
Akan tetapi, perubahan drastis terjadi pada rentang 2017–2024, di mana pertumbuhan PDB mencapai 4 persen, namun pertumbuhan rata-rata upah masyarakat berada di angka 0,6 persen.
Kesenjangan itulah, yang dinilai oleh Riefky, menjadi penyebab turunnya daya beli masyarakat.
Kian jauh Riefky mencari akar permasalahan, mengantarkannya menemukan investasi yang tidak efektif sebagai salah satu penyebab dari kesenjangan yang terjadi antara pertumbuhan rata-rata upah dengan pertumbuhan PDB.
Baca juga: ANTARA gelar ABF untuk pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan
Baca juga: Pacu perekonomian RI, ekonom rekomendasikan sejumlah kebijakan di ABF
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































