Jakarta (ANTARA) - Calon Kepala Sekolah Rakyat dari Kota Jayapura, Papua, Janet Berotabui menyatakan pendekatan berbasis budaya lokal penting dimasukkan ke dalam sistem pendidikan sekolah khusus bagi anak-anak itu, yang rencananya dimulai serentak nasional pada Juli 2025, termasuk Papua.
“Di Papua, untuk membuka komunikasi, kami biasa menggunakan pinang misalnya. Itu bagian dari tradisi. Anak-anak akan membuka hati, kalau kita gunakan cara yang mereka pahami. Bukan gaya formal sepenuhnya,” kata Janet saat ditemui seusai penutupan Retret Kepala Sekolah Rakyat tahap pertama di Resimen Arhanud 1/Faletehan, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pendidikan di Sekolah Rakyat bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi membangun kepercayaan dan pemulihan emosi. Oleh karena itu, proses belajar yang menyeluruh hanya dapat dilakukan jika pendekatan yang digunakan relevan dengan latar budaya siswa.
Untuk itu pula, dia berharap segera menerima daftar nama siswa yang akan didampinginya agar dapat mulai membangun komunikasi awal dan merancang pola interaksi yang tepat.
Baca juga: Wamensos: Pendidikan karakter 24 jam bagi anak rentan Sekolah Rakyat
“Saya belum tahu siapa anak-anak saya nanti. Tapi saya ingin segera duduk bersama mereka, ajak mereka cerita. Saya tidak bisa hanya ikut petunjuk teknis yang paten. Ini anak-anak yang spesial, kita harus kaitkan dengan kearifan lokal,” katanya.
Janet merupakan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Jayapura yang merupakan salah satu sekolah unggulan di Provinsi Papua. Dia kemudian disiapkan sebagai calon Kepala Sekolah Rakyat setelah dinyatakan lolos pada tahap seleksi pada bulan Mei lalu.
Berbekal pengalaman itu, ia menyakini pelayanan kasih dengan penuh empati dan sentuhan emosional menjadi sangat penting ketimbang hanya mengacu pada aturan-aturan yang disiapkan dalam sistem pendidikan Sekolah Rakyat, terlebih para peserta didik nantinya adalah anak-anak rentan dengan latar belakang sosial keluarga berbeda.
"Anak-anak ini harus kita sentuh dengan pelayanan kasih. Kita dekati mereka bukan hanya dengan aturan, tapi dengan empati, dengan sentuhan emosional, apalagi banyak dari mereka mungkin tak punya orang tua atau datang dari keluarga yang tidak utuh,” ujarnya.
Setelah kembali dari retret, Janet berencana melaporkan hasil kegiatan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Papua sebagai bagian dari mekanisme koordinasi kelembagaan. Hal ini dilakukan agar ia mendapatkan kejelasan tentang skema rekrutmen guru serta status struktural dirinya di satuan pendidikan.
Baca juga: 3.622 calon guru Sekolah Rakyat siap ikuti seleksi kompetensi tambahan
“Saya berharap kementerian tidak mencabut saya dari sekolah sebelum ada kepastian. Supaya saya bisa lanjut berkontribusi tanpa kehilangan posisi saya saat ini,” tutur Janet yang telah lama dikenal sebagai pendidik berdedikasi di wilayah timur Indonesia.
Retret Kepala Sekolah Rakyat tahap pertama berlangsung sejak 16 - 20 Juni 2025 dan diikuti oleh 53 peserta, dengan satu diantaranya absen karena sedang menunaikan ibadah haji.
Materi yang diberikan selama kegiatan meliputi pengenalan konsep Sekolah Rakyat, penguatan karakter, serta pelatihan kedisiplinan. Kegiatan retret ini dilaksanakan di dua lokasi, yakni Balai Diklat Kementerian Sosial (Kemensos) dan kompleks Resimen Arhanud 1/Faletehan Kodam Jaya.
Kegiatan retret di barak militer tahap pertama ini ditutup secara resmi oleh Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo didampingi Komandan Resimen Arhanud 1/Faletehan Kol. Arh Tarmaji.
“Para kepala sekolah ini adalah agen perubahan. Mereka akan berhadapan langsung dengan anak-anak yang mungkin mengalami trauma atau tekanan sosial di masa lalu. Maka mereka harus berjiwa besar, penuh empati, dan mampu menjadi pembimbing,” ujar Wamensos Agus Jabo.
Baca juga: Wamensos tutup retret Kepala Sekolah Rakyat dengan yel-yel semangat
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.