BSKDN Kemendagri: Tarif AS 19 persen jadi momentum investasi WtE

1 month ago 13
pendidikan publik dan penerapan kebijakan penempatan sampah terpilah yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, kampanye, dan media itu penting

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Noudy R.P. Tendean menyebut kebijakan tarif bea masuk 19 persen yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia sebagai momentum memperkuat investasi pengembangan energi terbarukan, khususnya Waste-to-Energy (WtE).

"Isu lingkungan juga dapat menjadi faktor penentu daya saing global, karena itu kami memandang penting untuk membangun kolaborasi internasional yang proaktif," katanya saat membuka diskusi bertema Peluang Investasi Asing di Indonesia sebagai Dampak Positif Kebijakan Tarif AS 19 Persen Terhadap Sektor Waste-to-Energy di Command Centre BSKDN, Jakarta, Selasa.

Forum ini membahas strategi Indonesia menarik investasi asing di sektor pengelolaan sampah menjadi energi (Waste-to-Energy/WtE) di tengah dinamika perdagangan global.

Baca juga: PHE pacu produksi dan penemuan cadangan baru untuk ketahanan energi

Noudy menjelaskan, forum ini juga memotret berbagai tantangan pengelolaan sampah di daerah, termasuk di Kabupaten Aceh Selatan, Situbondo/Jatim, Konawe Kepulauan/Sultra, Wajo-Makassar/Sulsel, dan Kota Pekalongan/Jateng.

Dari diskusi, dirumuskan sejumlah langkah strategis, antara lain percepatan penyusunan kebijakan turunan yang memberikan kepastian hukum, kemudahan perizinan, serta insentif menarik bagi sektor swasta. Selain itu, forum menekankan pentingnya jaminan pembelian energi hasil olahan sampah untuk meningkatkan kepastian investasi.

Berbagai model teknologi WtE juga dibahas, mulai dari waste-to-steam berbasis Life Cycle Carbon Neutral (LCCN) yang cocok di kawasan industri dengan volume sampah besar, Refuse-Derived Fuel (RDF) yang fleksibel untuk volume menengah, hingga digestasi anaerobik yang sesuai bagi daerah dengan timbulan sampah kecil hingga menengah.

"Setiap pendekatan teknologi WtE yang disebutkan memiliki karakteristik teknis, kebutuhan volume sampah, dan syarat pendukung yang berbeda-beda, perlu disesuaikan dengan kondisi geografis, tipologi sampah, dan kapasitas daerah,” tambah Noudy.

Baca juga: MPR: RUU EBT payung hukum transisi energi tunjang ekonomi 8 persen

Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin menilai bahwa kolaborasi lintas sektor, termasuk kerja sama internasional, pendanaan inovatif, dan transfer teknologi rendah karbon, menjadi kunci percepatan implementasi WtE di Indonesia.

Di sisi lain dia juga menekankan pentingnya pendidikan publik dan penerapan kebijakan penempatan sampah terpilah yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, kampanye, dan media.

“Dari tahun ke tahun kita memiliki problem seperti ini (penumpukan sampah), kita perlu melakukan pendidikan publik ke masyarakat, sekolah-sekolah terintegrasi dengan kurikulum, karena ini merupakan pondasi keberhasilan pengelolaan sampah,” tuturnya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |