Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong upaya bersama dalam melakukan preservasi artefak bersejarah nusantara melalui teknologi carbon dating.
Teknologi carbon dating atau penanggalan radiokarbon adalah suatu metode penentuan usia suatu objek yang mengandung materi organik dengan memanfaatkan sifat radiokarbon, di mana BRIN memiliki fasilitas tersebut.
Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Kamis, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan pemanfaatan teknologi carbon dating tidak bisa dilakukan di sembarang tempat, dengan mempertimbangkan banyak faktor.
"Alat mahal dan pemeliharaan operasionalnya sangat tinggi. Jadi misalnya carbon dating (dilakukan di tempat lain) itu tidak mungkin, karena itu harus ada di kawasan nuklir," jelasnya.
Baca juga: Kepala BRIN pastikan tak ada perselisihan riset dengan Kemdiktisaintek
Handoko mengungkapkan saat ini BRIN sudah memiliki perangkat carbon dating, namun ia menyebutkan kemampuan alat tersebut hanya mampu mendeteksi usia benda peninggalan hingga usia 50.000 tahun.
Oleh sebab itu, lanjut dia, BRIN saat ini tengah merencanakan untuk melakukan instalasi peralatan carbon dating yang baru, dengan kemampuan pendeteksian usia benda hingga jutaan tahun.
Hal ini, kata Handoko, bertujuan untuk menjadikan BRIN sebagai hulu dari preservasi peninggalan sejarah bangsa, mulai dari ekskavasi, hingga nanti ditetapkan sebagai cagar budaya untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Kebudayaan.
"Jadi pada saat masuk di kami itu baru menjadi koleksi ilmiah arkeologi misalnya, atau manuskrip, tapi belum menjadi benda budaya. Nah untuk menjadikannya benda budaya itu yang harus kami riset," ungkapnya.
Baca juga: BRIN: Diplomasi RI dengan kekuatan global mendukung ekonomi biru
"Jadi, itu mengapa semua koleksi ilmiah terkait dengan artefak, ekofak dari arkeologi, manuskrip Nusantara yang yang kuno-kuno, kemudian juga audiovisual yang terkait dengan bahasa lokal yang hampir punah, dan sebagainya itu disimpan di BRIN," papar Handoko.
Meskipun fasilitas carbon dating diletakkan di BRIN, Handoko memastikan siapapun yang berkepentingan dapat memanfaatkan peralatan tersebut.
"Hal-hal seperti itu yang membuat lebih murah diletakkan di BRIN. Semua infrastruktur di BRIN itu kan dibuka untuk umum. Jadi semua teman kampus bisa (meneliti) dan sampai saat ini juga begitu, mereka semua datang ke sana untuk melakukan riset tersebut. Setelah itu menjadi benda budaya, menjadi story, dan sebagainya, baru itulah yang akan kami dorong untuk menjadi ekonomi kreatif," tutur Laksana Tri Handoko.
Baca juga: Wakil Kepala BRIN minta profesor riset jadi teladan bagi periset lain
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.