Batam (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyebut perubahan fungsi lahan menjadi penyebab kera atau monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) masuk ke kawasan permukiman warga di Batam.
“Monyet masuk ke permukiman itu pasti karena perubahan fungsi lahan,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Batam BBKSDA Riau Tommy Steven Sinambela, di Batam, Jumat.
Keberadaan monyet ekor panjang terlihat di kompleks rumah dinas Polda Kepri, Kecamatan Nongsa. Segerombolan monyet berdatangan untuk mencari makan.
Primata tersebut masuk ke dalam pekarangan pangan bergizi milik Ditreskrimum Polda Kepri yang sudah ditutup dengan jaring.
Gerombolan kera itu berjalan dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon lainnya, serta berjalan di atas kabel listrik.
Kera-kera tersebut ada yang mendatangi tempat-tempat sampah kemudian mengambil sisa makanan yang ada, seperti di rumah dinas Ditreskrimum Polda Kepri.
Menurut Tommy, sejak 2024 pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polda Kepri terkait aktivitas monyet di perumahan dinas Korps Bhayangkara tersebut.
“Kami pernah melakukan dua kali evakuasi monyet yang masuk permukiman di Polda Kepri itu, terakhir empat ekor monyet kami evakuasi dan kami lepas liarkan ke Kawasan Konservasi Muka Kuning,” ujarnya.
Baca juga: BBKSDA Riau telusuri kemunculan harimau di sekitar PT Wilmar Dumai
Selain di Polda Kepri, kawasan permukiman yang kerap dimasuki oleh kawanan kera ini adalah Batam Center, yakni Batu Aji dan Nongsa.
Bahkan sejak pada tahun 2022, BBKSDA menangani 15 kejadian interaksi negatif antara manusia dan monyet ekor panjang.
Sebagian besar terjadi di kawasan permukiman, terutama permukiman yang berbatasan dengan kawasan hutan, atau permukiman yang dulunya merupakan kawasan hutan.
“Kenapa monyet bisa masuk permukiman ini mungkin bisa ditanyakan kepada BP Batam yang berwenang menerbitkan HPL. Apakah saat pembangunan dilakukan kajian satwa liar yang melibatkan BBKSDA atau tidak,” kata Tommy.
Dia menyebut, sesuai aturan seharusnya ketika kawasan hutan dijadikan kawasan pembangunan itu harus ada kajian keanekaragaman hayati, salah satunya satwa liar.
Menurut Tommy, wilayah Batam merupakan habitat dari kera atau monyet ekor panjang dan elang. Seperti di kawasan Nongsa, adanya perluasan pembangunan sehingga hutan banyak yang ditebang membuat satwa itu berkeliaran di luar kawasan hutan.
Dengan kondisi saat ini, kata dia, yang perlu dilakukan adalah prinsip hidup berdampingan dengan satwa tersebut dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan, seperti tidak membiasakan memberi makan, menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak menumpuk sampah di lingkungan.
Baca juga: BBKSDA Riau tindaklanjuti kemunculan tapir di perumahan di Pekanbaru
“Tumpukan sampah itu memancing monyet ini untuk datang. Kalau di dekat rumah ada pohon buah, ya tentu jadi incaran. Intinya bagaimana hidup berdampingan saja,” ujarnya.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.