Istanbul (ANTARA) - Departemen Kehakiman AS secara diam-diam telah memberi tahu pejabat Eropa mengenai keputusan AS untuk menarik diri dari koalisi internasional yang bertugas menyelidiki pihak-pihak bertanggung jawab atas perang di Ukraina.
Keputusan AS menarik diri dari koalisi internasional yang bertugas menyelidiki pihak-pihak bertanggung jawab itu, termasuk terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, demikian laporan The New York Times, Senin (17/3).
Langkah itu menandai perubahan arah kebijakan dari komitmen Presiden Joe Biden untuk meminta pertanggungjawaban langsung dari Putin atas kejahatan yang terjadi selama perang.
AS akan meninggalkan International Center for the Prosecution of the Crime of Aggression against Ukraine, sebuah inisiatif yang bergabung dengan pemerintahan Biden pada 2023.
Keputusan itu juga mencerminkan pergeseran kebijakan AS di bawah pemerintahan Trump menuju sikap yang lebih pro-Rusia.
Koalisi tersebut dibentuk untuk menuntut kepemimpinan Rusia, serta sekutunya di Belarus, Korea Utara, dan Iran, atas kejahatan yang dikategorikan sebagai agresi berdasarkan hukum internasional.
Kejahatan itu mencakup pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain tanpa adanya tindakan bela diri.
Menurut sumber yang mengetahui keputusan tersebut, pemberitahuan resmi dikirimkan melalui email pada Senin (17/3) kepada staf dan anggota organisasi induk kelompok ini, yaitu EU Agency for Criminal Justice Cooperation, yang lebih dikenal sebagai Eurojust.
AS adalah satu-satunya negara di luar Eropa yang bekerja sama dengan kelompok tersebut, dengan mengirim seorang jaksa senior dari Departemen Kehakiman ke Den Haag Belanda untuk bergabung dengan penyelidik dari Ukraina, negara-negara Baltik, dan Rumania.
Selain keluar dari koalisi tersebut, pemerintahan Trump juga mengurangi aktivitas War Crimes Accountability Team, sebuah tim yang dibentuk pada 2022 oleh Jaksa Agung saat itu, Merrick B. Garland untuk mengawasi upaya AS dalam menuntut Rusia atas dugaan kekejaman perang.
"Tidak ada tempat bersembunyi bagi penjahat perang," kata Garland saat mengumumkan pembentukan tim tersebut.
Ia menambahkan bahwa Departemen Kehakiman "akan mengejar setiap jalur pertanggungjawaban bagi mereka yang melakukan kejahatan perang dan kekejaman lainnya di Ukraina."
Selama pemerintahan Biden, tim itu membantu jaksa dan penegak hukum Ukraina dengan memberikan dukungan logistik, pelatihan, serta bantuan dalam penyelidikan dugaan kejahatan perang Rusia.
Pada Desember 2023, jaksa AS untuk pertama kalinya dalam hampir 30 tahun menggunakan undang-undang kejahatan perang untuk mendakwa empat tentara Rusia atas penyiksaan terhadap seorang warga Amerika di Kherson Ukraina.
Dalam beberapa pernyataan terakhirnya, Trump menunjukkan kedekatan dengan Putin dan mengkritik Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan menyebut bahwa Ukraina telah memprovokasi perang dengan Rusia.
"Kalian seharusnya tidak pernah memulainya," kata Trump pada Februari, merujuk pada para pemimpin Ukraina. "Kalian bisa saja membuat kesepakatan."
Di media sosial, ia kemudian menyebut Zelenskyy sebagai "diktator tanpa pemilu" dan menilai bahwa ia telah "melakukan pekerjaan yang buruk" sebagai pemimpin.
Pemerintahan Trump tidak memberikan alasan spesifik atas keputusannya untuk menarik diri dari kelompok investigasi tersebut.
Namun, sumber yang mengetahui keputusan itu menyebut langkah tersebut diambil karena adanya kebutuhan untuk mengalihkan sumber daya ke tempat lain.
Sumber-sumber itu meminta namanya dirahasiakan karena tidak berwenang membahas keputusan itu secara terbuka.
Sejak Trump menjabat, Departemen Kehakiman AS juga telah membubarkan unit yang menangani dugaan campur tangan asing dalam pemilu AS, termasuk yang melibatkan Rusia, serta penegakan sanksi terhadap Rusia.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Menlu Ukraina desak Uni Eropa perkuat kapabilitas pertahanan Kiev
Baca juga: Inggris: lebih dari 30 negara 'Koalisi Sukarela' akan bahas Ukraina
Penerjemah: Primayanti
Editor: Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2025